Selasa, 13 April 2010

ArtikelSkripsi

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI PENGOPTIMALAN MEDIA ALAT PERAGA BAGI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI CATURTUNGGAL 1 KEC. DEPOK KAB. SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh:
Damaskus Beni (06108249009)

Pendidikan merupakan salah satu instrumen yang sangat berpengaruh bagi kemajuan suatu bangsa, dimana pendidikan dapat berperan penting demi tercapainya suatu bangsa yang maju dan berkembang di segala bidang, salah satu di antaranya adalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Semua negara tentunya menghendaki bangsanya bisa maju, berkembang dan memperoleh kesejahteraan di berbagai bidang, begitu juga dengan negara Indonesia. Melalui dunia pendidikan diharapkan lahirlah generasi-generasi penerus bangsa ini yang nantinya akan mengisi dan membawa kemajuan bangsa baik secara lokal, nasional, maupun di mata dunia. Prioritas pendidikan di negeri ini bukanlah suatu persepsi kulitatif belaka melainkan diperkuat oleh tujuan dari bangsa ini seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi riil di lapangan yang sedang terjadi saat ini pada masyarakat di sektor pendidikan sungguh sangat memprihatinkan bahkan merupakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi. Hal itu dapat di lihat seperti, semberawutnya proses kegiatan pembelajaran di lapangan, kurangnya fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar mengajar, tenaga pendidik atau guru yang kurang profesional, penggunaan media yang belum optimal dan masih banyak masalah-masalah yang lain belum bisa diselesaikan. Seperti Fenomena yang peneliti temui di SD Negeri Caturtunggal 1 Depok Sleman, dimana penggunaan media oleh guru pada saat berjalannya proses kegiatan belajar mengajar sangat minim. Padahal peran media dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan.
Beberapa fenomena yang dilihat oleh peneliti pada proses kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1 boleh dikatakan memprihatinkan. Keprihatinan tersebut merujuk pada aktivitas kegiatan belajar mengajar di kelas tidak seperti yang diharapkan, hal ini dapat di lihat seperti ada beberapa siswa yang mengantuk, keluar masuk tanpa izin, siswa kurang memperhatikan gurunya, respon siswa yang kurang terhadap materi pembelajaran, beberapa siswa berbicara bersama temanya tanpa memperhatikan penjelasan guru, ada siswa yang tidur-tiduran, dan kondisi yang sangat memperihatinkan adalah ketika guru menyampaikan materi pelajaran media pembelajaran yang digunakan kurang optimal bahkan terkesan tanpa menggunakan media.
Kondisi seperti ini sering terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPA. Guru hanya menjelaskan materi menggunakan buku paket, mencatat materi lewat papan tulis, mendikte materi pelajaran, dan media yang digunakan hanya sedikit saja sementara siswa tidak dilibatkan langsung dalam praktik penggunaan media. Padahal dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan keterlibatan siswa untuk melakukan praktik langsung terhadap penggunaan media. Beberapa hal yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar misalnya metode yang digunakan guru harus sesuai dengan materi dan menarik bagi siswa, media yang digunakan diusahakan media yang berwujud nyata atau konkret. Contoh media yang bersifat konkret yaitu wujud nyata atau tiruan dari benda yang disampaikan seperti tumbuh-tumbuhan, alat peraga misalnya berupa bagian-bagian tubuh manusia dan hewan yang tebuat dari bahan palstik, alat peraga magnet berupa besi magnet, alat peraga tata surya yang terbuat dari palstik, miniatur wujud benda misalnya miniatur candi, dan contoh-contoh benda konkret lainnya.
Pembawaan guru yang mengajar hanya menggunakan buku paket, ceramah seperti membaca teks dan mencatat saja, mengakibatkan siswa merasa jenuh dan bosan tehadap pelajaran yang di sampaikan. Hal ini terlihat ketika guru sedang mengajar tanpa menggunakan media peraga pada mata pelajaran IPA, beberapa siswa terkesan tidak memperhatikan dengan baik. Misalnya siswanya diam saja tanpa memperhatikan dan merespon pelajaran, beberapa siswa lain ada yang tidur-tiduran dan ada juga yang ribut sendiri. Contoh lainya ada beberapa siswa yang keluar masuk ruangan kelas tanpa izin dan ada beberapa siswa yang saling melempar kertas. Berdasarkan dari fenomena tersebut, sudah layak dan sepantasnya pelaksana pendidikan baik itu pekerja pendidikan maupun guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran di lapangan idealnya berusaha untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.
Tidak bisa dipungkiri bahwa melalui dunia pendidikanlah regenerasi penerus bangsa ini bisa lahir, yang akan meneruskan perjalanan bangsa baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Kita semua tentunya tidak asing lagi bahwa pendidikan merupakan salah satu aset yang memegang peranan begitu dominan, baik itu aset individu, keluarga, kelompok bahkan negara yang berupa investasi masa depan dan mempunyai prosfek hidup yang dapat diperhitungkan.
Dari berbagai tingkatan pendidikan formal yang ada di Indonesia, lembaga Sekolah Dasar (SD) merupakan tingkat lembaga pendidikan yang sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan para peserta didik. Persepsi ini sejalan dengan pendapat Piaget dalam M. Dalyono (2005: 39) bahwa pada tahap usia sekolah dasarlah (7-12 tahun) pekembangan dan pertumbuhan peserta didik dapat dibentuk dan dibina lebih baik. Maka sudah seharusnyalah tingkat sekolah dasar menjadi prioritas utama yang perlu diperhatiakan dalam pendidikan yang akan berdampak pada kelanjutan dari keberhasilan pada tingkat-tingkat selanjutnya.
Kelemahan guru dalam penyampaian materi pelajaran IPA kepada peserta didik kelas IV SD Negeri Caturtungal 1 dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti cara atau metode yang digunakan kurang tepat dan tidak menarik minat atau kemauan belajar siswa misalnya hanya menggunakan metode ceramah. Slameto (2003: 651) menjelaskan bahwa guru yang mengajar dengan menggunakan metode ceramah saja, mengakibatkan siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat. Media yang digunakan untuk menyampaikan materi kurang optimal dilaksanakan bahkan terkesan tidak memanfaatkan media. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala tersebut faktor media berupa benda konkret merupakan faktor yang sangat berperan besar terhadap keberhasilan belajar siswa seperti yang disampaikan oleh Srini M. Iskandar (1996/1997: 29) bahwa anak-anak yang berada pada tahap berpikir konkret harus bekerja dengan benda-benda konkret dulu sebelum mereka dapat menangkap dan memahami hal-hal bersifat abstrak.
Dalam kegiatan belajar mengajar peran media sangat diperlukan. Media merupakan instrumen dari proses kegiatan pebelajaran yang berperan sebagai perentara dalam penyampaian materi pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan materi pelajaran tersampaikan dengan baik kepada siswa jika media yang digunakan oleh pendidik atau guru merupakan media yang menarik, kontekstual, dan dapat berupa wujud nyata atau tiruan (Srini Iskandar 1996/1997: 29). Selama ini permasalah yang dijumpai adalah ketika guru menyampaikan suatu materi pelajaran kepada para siswa, mereka sering mengabaikan peran media dalam proses pembelajaran. Kejadian seperti ini tentunya merupakan permasalahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh guru. Penggunaan media dalam kegitan pembelajaran seharusnya diterapkan pada semua jenis mata pelajaran.
Penggunaan benda konkret berupa media alat peraga pada jenjang kelas IV SD akan lebih baik untuk diterapkan dan dimaksimalkan. Persepsi ini didukung oleh teori yang telah disampaikan oleh Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2005: 38) bahwa anak usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) kemampuan berpikir dan bernalar masih berada pada tahap operasional konkret. Begitu juga dengan media alat peraga yang didesain sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk aslinya dan ditampilkan dengan warna serta corak yang menarik tentunya akan meningkatkan kemauan dan motivasi belajar para siswa, apalagi pada mata pelajaran seperti IPA. Peningkatan kemauan dan motivasi belajar siswa tersebut diharapkan dapat mendongkrak prestasi belajar IPA para siswa, khususnya para siswa kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1.
Bercermin dari kondisi seperti itu maka berbagai upaya seharusnya cepat, dan tepat untuk dilakukan dalam usaha memberikan perbaikan ke arah yang lebih baik. Usaha-usaha yang dilakukan diantaranya adalah dengan pengoptimalan penggunaan media alat peraga dalam proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1.
Kamus besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Departemen Pendidikan Nasional (2005: 895) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari suatu yang telah dilakukan, dikerjakan dan lain sebagainya. Sementara itu, menurut Witherington dalam Dalyono (2005: 211) belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecepatan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Dari definisi prestasi dan belajar yang telah disampaikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari suatu yang telah dilakukan, dikerjakan, dan dilaksanakan dalam rangka memperoleh suatu perubahan ke arah lebih baik oleh mereka yang ingin atau mempunyai kemauan belajar juga oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam meraih prestasi belajar. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam meraih prestasi belajar tersebut misalnya keluarga, orang tua, guru, lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal.
Menurut Dengeng dalam Hamzah. B. Uno (2006: 2) pembelajaran adalah suatu upaya untuk membelajarkan siswa. Dari pengertian ini secara implisit bahwa dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Sejalan dengan pendapat Dengeng tersebut, menurut Hamzah. B. Uno (2006: 2) pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau rangcangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
Istilah kata IPA merupakan singkatan dari kata “Ilmu pengetahuan Alam” kata IPA merupakan terjemahan dari kata-kata bahasa Inggris “Natural Science” secara singkat sering disebut “Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Science (bahasa Inggris) artinya Ilmu Pengetahuan, jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harafiah dapat disebut sebagai Ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar alam ini. (Srini Iskandar, 1996/1997: 2). Sejalan dengan pendapat tersebut, Webster dalam Srini Iskandar (1996/1997: 2) mengatakan bahwa IPA adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya.
Dari berbagai pengertian tentang pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebagai upaya atau tindakan yang dilakukan oleh guru bersama siswa dalam memberikan, menyampaikan dan menerima suatu disiplin ilmu yang telah diuji kebenaraannya dalam mempelajari tentang segala sesuatu yang terjadi dan yang terdapat di alam semesta ini. Pengujian tersebut dapat menggunakan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa-hipotesa. Segala sesuatu yang dipelajari di alam semesta itu, baik berupa benda hidup maupun benda yang mati, baik kejadian atau peristiwa yang sudah terjadi, yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi di alam semesta ini. Menurut Srini Iskandar (1996/1997: 16-18) ada beberapa alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukan ke dalam kurikulum suatu sekolah yaitu:
1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali bergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar dari teknologi. Sedangkan teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat bila tidak didasari pengetahuan dasar yang memadai. Pengetahuan dasar untuk teknologi tersebut ialah IPA.
2. Bila diajarkan menurut cara yang tepat, IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan latihan berpikir kritis. Misalnya menemukan sendiri dengan metode ini anak dihadapkan kepada suatu masalah, umpamanya masalah tersebut adalah ”Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?” anak diminta untuk mencari cara menyelidiki hal seperti ini. Dari berbagai sarana yang di kemukakan anak, mereka dituntun merancang percobaan sederhana berikut. Sebatang tumbuhan yang daunya terus-menerus diambil (dipetik), setiap tumbuh sehelai daun, daun itu dipetik. Akibatnya tumbuhan tersebut mati maka didapatilah suatu kesimpulan.
3. IPA merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa. Kehidupan manusia sekarang ini banyak yang dipengaruhi oleh IPA, misalnya bahan pakaian yang terbuat dari bahan sintetis (serat buatan) sekarang merupakan bahan yang umum digunakan. Semakin banyak segi kehidupan manusia dipengaruhi oleh hasil-hasil Ilmu Pengetahuan Alam, maka dengan sendirinya IPA manjadi bagaian dari kebudayaan hidup manusia, sebab kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup suatu masyarakat atau bangsa.
Kata Media berasal dari bahasa Latin yaitu Medius. Secara harafiah Medius artinya tengah, perentara, pengantar (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1997: 3). Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media ialah perentara dapat berupa benda, alat, maupun manusia sebagai perentara yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu, pesan, materi pelajaran kepada orang lain agar apa yang disampaikan melalui media tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Menurut Aristo Rahadi (2004: 8) yang dimaksud dengan alat peraga adalah alat atau benda yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar kelihatan lebih konkret. Alat yang dimaksud adalah dapat berupa benda asli dan benda tiruan maupun benda yang dirancang sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk memperagakan. Fungsi alat peraga. Ada enam fungsi pokok alat peraga dalam proses kegiatan belajar mengajar yaitu:
a. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b. Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar, berarti alat peraga merupakan salah satu faktor pendukung yang harus dikembangkan oleh guru.
c. Alat peraga dalam pengajaraan penggunaannya terintegral dengan tujuan dan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan alat peraga harus melihat tujuan dan bahan pelajaran.
d. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bukan semata-mata alat untuk menghibur siswa, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi saja, melainkan merupakan alat yang sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar.
e. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap materi yang disampaikan oleh guru.
f. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar diutamakan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain menggunakan alat peraga akan berdampak positif pada hasil belajar menjadi lebih tahan lama atau mudah diingat dan dimengerti.
Jean Piaget seorang ilmuwan dari Prancis yang melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif individu sejak tahun 1920 sampai 1964 (Nandang Budiman 2006: 44). Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan memunculkan karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif tersebut adalah periode sensori motorik (0,0-2,0), periode praoperasional (0,2-7,0), periode operasional konkret (7,0-11 atau 12,0), dan periode operasional formal (11,0 atau 12,0-14 atau 15,0). Sementara tindakan dilaksanakan dua siklus. Siklus pertama yaitu:
1. Kegiatan 1
a. Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Gerak Benda
b. Rancangan pelaksanaan
1) Guru menjelaskan sedikit tentang materi yang dipelajari, kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
2) Alat peraga yang digunakan berupa mobil-mobilan, kertas polos dan kertas yang sudah dikepal, papan luncur permukaan halus dan kasar dengan ukuran sesuai keperluan, tiang penyangga, kelereng, batu kerikil ukuran kecil, styrofoam berbentuk bulat ukuran sebesar kelereng, plastisin berbentuk segi empat ukuran kecil, dinamometer, penggaris dan handout petunjuk pelaksanaan percobaan. Jumlah masing-masing alat peraga menyesuaikan dengan keperluan.
3) Langkah kerjanya yaitu (a) Siswa disuruh menjatuhkan styrofoam sebesar kelereng dan kelereng secara bersamaan dari ketinggian yang sama. Kegiatan selanjutnya siswa disuruh membandingkan kecepatan jatuh kedua benda tersebut berdasarkan ringan dan berat benda. (b) Siswa disuruh menjatuhkan kertas polos yang rapi dan kertas yang sudah dikepal dalam ukuran yang sama dari ketinggian yang sama. Langkah berikutnya siswa disuruh membandingkan kecepatan jatuh kedua benda tersebut berdasarkan luas permukaannya. (c) Siswa disuruh mendorong kelereng dan batu kerikil secara bergantian dari bagian atas papan peluncur pada tiang penyangga berbentuk bidang miring. Setelah itu siswa disuruh mengukur berapa jauh jarak yang ditempuh kedua benda tersebut dengan menggunakan penggaris. Langkah selanjutnya siswa disuruh membandingkan benda apa yang memiliki jarak tempuh lebih jauh berdasarkan luas permukaanya. (d) Siswa disuruh mendorong kelereng dan plastisin yang berbentuk segi empat secara bergantian dari atas papan luncur. Setelah itu siswa disuruh mengukur berapa jauh jarak yang ditempuh kedua benda tersebut dengan menggunakan penggaris. Langkah selanjutnya siswa disuruh membandingkan benda apa yang memiliki jarak tempuh lebih jauh berdasarkan bentuk benda. (e) Siswa disuruh mendorong mobil-mobilan dari bagian atas papan luncur yang memiliki permukaan rata. Langkah selanjutnya siswa disuruh mendorong mobil-mobilan dari bagian atas papan luncur yang memiliki permukaan kasar. Siswa kemudian disuruh mengukur berapa jauh jarak yang ditempuh oleh mobil-mobilan dengan mengunakan papan luncur permukaan rata dan papan luncur permukaan kasar. Selanjutnya siswa disuruh membandingkan jauh jarak yang ditempuh oleh mobil-mobilan yang menggunakan papan luncur permukaan rata dan yang menggunakan papan luncur permukaan kasar. Kegiatan akhir dari pelaksanaan ini, siswa disuruh mengumpulkan laporan hasil kerja kelompok di dalam panduan pelaksanaan percobaan yang sudah diberikan.
4) Selama siswa melakukan peragaan dan pengamatan, guru melakukan arahan dan bimbingan secara merata kepada setiap siswa.
c. Observasi. Peneliti mengamati proses kegiatan yang dilakukan siswa, kemudian mencatat
hasil pengamatan pada lembar atau format pengamatan yang sudah disiapkan.
2. Kegiatan 2
a. Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Gerak Benda
b. Rancangan pelaksanaan
1) Guru menjelaskan sedikit tentang materi yang sudah dipelajari pada pertemuan pertama, kemudian guru membagikan alat peraga kepada setiap kelompok yang sudah dibentuk pada pertemuan pertama.
2) Alat peraga yang digunakan berupa mobil-mobilan, meja, kelereng, balok kayu ukuran kecil sesuai dengan keperluan, tali ukuran kecil panjang ±30 cm, penggaris, bola, ketapel, tiang penyangga, papan luncur permukaan rata, dan handout petunjuk pelaksanaan percobaan. Jumlah masing-masing alat peraga menyesuaikan dengan keperluan.
3) Langkah kerjanya yaitu (a) Siswa terlebih dahulu disuruh memasang tiang penyangga dan papan luncur yang membentuk sudut miring. Setelah tiang penyangga dan papan luncur siap untuk digunakan, kemudian siswa disuruh meletakan mobil-mobilan di bagian atas papan luncur kemudian dilepaskan. Siswa selanjutnya disuruh mengukur berapa jauh jarak yang ditempuh oleh mobil-mobilan tersebut. Siswa disuruh meletakan mobil-mobilan di bagian atas papan luncur, kemudian mobil-mobilan didorong ke arah bawah papan luncur yang berbentuk sudut miring. Kegiatan selanjutnya siswa disuruh menghitung dengan mengunakan penggaris berapa jauh jarak yang ditempuh oleh mobil-mobilan yang didorong. Siswa kemudian disuruh menyimpulkan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh gaya dorong. (b) Siswa disuruh meletakan mobil-mobilan di atas meja, kemudian siswa disuruh memperhatikan apakah kedudukan mobil-mobilan tersebut berubah atau tidak. Kegiatan selanjutnya siswa disuruh menarik mobil-mobilan menggunakan tali ke arah depan, kemudian siswa disuruh mengamati kedudukan mobil-mobilan yang ditarik tadi apakah kedudukannya berubah atau tidak. Langkah terakhir siswa disuruh menyimpulkan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh gaya tarik. (c) Siswa disuruh meletakan balok kayu ukuran kecil di atas meja, kemudian siswa disuruh mendorong kelereng dari arah berlawanan mengenai balok kayu. Selanjutnya siswa disuruh mengamti apakah arah pergerakan kelereng yang membentur balok kayu berubah atau tidak. Kegiatan terakhir adalah siswa disuruh menyimpulkan bahwa benturan antara kelereng dan balok kayu menyebabkan perubahan arah pergerakan kelereng.
4) Selama siswa melakukan peragaan dan pengamatan, guru melakukan arahan dan bimbingan secara merata kepada setiap siswa.
c. Observasi. Peneliti mengamati proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan guru, kemudian mencatat hasil pengamatan pada lembar atau format pengamatan yang sudah disiapkan.
3. Post tes
a. Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Gerak Benda.
1) Rancangan Pelaksanaan
a) Guru bersama peneliti membuat soal latihan tentang materi yang telah dipelajari.
b) Semua siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang sudah dipelajari.
c) Selama siswa mengerjakan soal laihan, guru melakukan pengawasan secara merata kepada setiap siswa.
b. Observasi, peneliti mengamati dan mencatat kegiatan yang dilakukan siswa dan guru.
c. Refleksi. Setelah hasil pengamatan dianalisis, kemudian dilaksanakan pencatatan terhadap hal-hal yang diaggap perlu diperbaiki dan dikembangkan. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk mempermudah melaksanakan langkah tindakan pada siklus berikutnya.
4. Rancangan tindakan pada siklus dua yaitu:
a. Kegiatan 1
1) Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Bentuk Benda
2) Rancangan pelaksanaan
a) Guru menjelaskan tentang materi yang dipelajari, kemudian siswa melaksanakan praktik percobaan sesuai dengan kelompok yang sudah dibentuk pada siklus pertama.
b) Alat peraga yang digunakan berupa plastisin, kertas polos, gelang karet, kerupuk dan fotocopyan petunjuk percobaan. Jumlah masing-masing alat peraga menyesuaikan dengan keperluan.
c) Langkah kerjanya yaitu (a) Pertama siswa disuruh memperhatikan bagaimanakan bentuk gelang karet pertama-tama. Langkah berikutnya siswa disuruh memainkan gelang karet dengan menggunakan jari-jari tangan sehingga membentuk tiga bentuk benda sesuai dengan keinginan mereka. Langkah terakhir dari kegiatan ini siswa disuruh menuliskan nama bentuk benda yang sudah siswa buat dari bahan karet. (b) Siswa disuruh memperhatikan bentuk plastisin pertama-tama. Langkah berikutnya siswa disuruh membuat lima bentuk benda yang terbuat dari bahan plastisin sesuai dengan keinginan mereka. Langkah terakhir dari kegiatan ini siswa disuruh menuliskan nama bentuk benda yang sudah mereka buat dari bahan plastisin. (c) Siswa disuruh memperhatikan bentuk kerupuk pertama-tama. Langkah berikutnya siswa disuruh meremas kerupuk hingga bentuknya berubah. Langkah terakhir dari kegiatan ini siswa disuruh menuliskan bagaimanakah bentuk kerupuk yang sudah diremas. (d) Siswa disuruh memperhatikan bentuk kertas pertama-tama. Berikutnya siswa disuruh membuat lima bentuk benda yang terbuat dari bahan kertas. Langkah terakhir dari kegiatan ini siswa disuruh menuliskan nama bentuk benda yang sudah mereka buat dari bahan kertas. Kegiatan terakhir dari tindakan 1 siklus dua adalah siswa disuruh menuliskan kesimpulan dari hasil percobaan yang sudah dilaksanakan.
d) Selama siswa melaksanakan praktik peragaan, guru melakukan arahan dan bimbingan secara merata kepada semua siswa.
3) Observasi. Peneliti mengamati proses kegiatan yang dilakukan siswa dan guru, kemudian mencatat hasil pengamatan pada lembar atau format pengamatan yang sudah disiapkan.
b. Kegiatan 2
1) Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Bentuk Benda
2) Rancangan pelaksanaan
a) Guru menjelaskan sedikit tentang materi yang sudah dipelajari pada pertemuan pertama, kemudian guru membagikan alat peraga kepada setiap kelompok yang sudah dibentuk pada pertemuan pertama.
b) Alat peraga yang digunakan berupa kawat kecil berbentuk spiral (pegas) ukuran ± 3 cm, balon karet, tali kecil panjang ± 30 cm, dan fotocopyan petunjuk percobaan. Jumlah masing-masing alat peraga menyesuaikan dengan keperluan.
c) Langkah kerjanya yaitu (a) Siswa disuruh memperhatikan bentuk balon karet pertama-tama. Langkah berikutnya siswa disuruh meniup balon karet secukupnya. Kegiatan terakhir siswa disuruh menulis nama bentuk balon setelah ditiup. (b) Siswa disuruh memperhatikan bentuk kawat spiral pertama-tama. Berikutnya siswa disuruh menekan dan melepaskan secara perlahan-lahan kedua ujung kawat berbentuk spiral dengan menggunakan jari tangan. Pada saat siswa menekan dan melepasakan kedua ujung kawat spiral siswa disuruh memperhatikan apa yang terjadi pada kawat tersebut. Siswa disuruh memasang tali pada kedua ujung kawat, kemudian tali yang sudah terpasang ditarik sekuat-kuatnya dari arah yang berlawanan. Langkah terakhir dari kegiatan ini siswa disuruh mencatat apa yang terjadi pada kawat spiral ketika ditarik dengan kuat pada kedua ujungnya. (c) Siswa disuruh mengisi tabel yang sudah tercantum pada petunjuk pelaksanaan percobaan.
c. Observasi. Peneliti mengamati proses kegiatan yang dilakukan siswa dan guru, kemudian mencatat hasil pengamatan pada lembar atau format pengamatan yang sudah disiapkan.
5. Post tes
a. Rancangan materi Pengaruh Gaya terhadap Bentuk Benda.
b. Rancangan Pelaksanaan
1) Guru bersama peneliti membuat soal latihan tentang materi yang telah dipelajari.
2) Semua siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan yang sudah dipelajari.
3) Selama siswa mengerjakan soal laihan, guru melakukan pengawasan secara merata kepada setiap siswa.
c. Observasi, peneliti mengamati dan mencatat kegiatan yang dilakukan siswa dan guru.
d. Refleksi. Setelah hasil pengamatan dianalisis, kemudian dilaksanakan pencatatan terhadap hal-hal yang diaggap perlu diperbaiki dan dikembangkan. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang terjadi pada siklus dua.
Metode pengumpulan data adalah cara yang dipergunakan oleh peneliti bersama guru kelas selaku tim untuk mengumpulkan data. Data dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti bersama dengan guru mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1. Data bersumber dari dokumen sekolah berupa nilai rata-rata kelas ujian semester 1 pada mata pelajaran IPA. Data juga diperoleh dari interaksi peneliti bersama guru dan interaksi guru dengan siswa. Interaksi guru dengan siswa diperoleh mulai dari pelaksanaan tindakan pertama sampai dengan tindakan terakhir pada pembelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1 dengan pengoptimalan penggunaan media alat peraga. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes merupakan salah satu metode pengumpulan informasi dan data. Tes dalam penelitian ini adalah tes formatif yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar IPA. Tes yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur prestasi belajar IPA siswa kelas IV berupa soal tertulis pilihan ganda dan uraian. Materi tes yang digunakan oleh peneliti telah disesuaikan dengan materi pelajaran siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar semester dua tahun ajaran 2009/2010. Observasi. Suharsimi Arikunto (2006: 15) mengemukakan bahwa observasi atau disebut dengan pengamatan mengikuti kegiatan pemusatan perhatian pada suatu objek penelitian. Metode observasi ini lebih cendrung untuk melihat dengan mengamati tingkah laku siswa secara langsung, maka alat yang paling utama adalah panca indera, terutama indera penglihatan. Observasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah observasi non partisipatif (nonparticipatory observation) yaitu pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, pengamat hanya berperan sebagai orang yang mengamati kegiatan. Guru mata pelajaran IPA kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1 bersama peneliti menggunakan panduan observasi untuk mengamati tindak belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA dengan media alat peraga.
Dalam penelitian ini, kegiatan analisis data dimulai sejak awal sampai akhir tindakan. Data yang dianalisis pada awal sampai akhir tindakan yaitu data yang diobservasi, sementara data prestasi belajar IPA siswa kelas IV dianalisis pada akhir setiap siklus melalui tes. Data prestasi belajar IPA siswa kelas IV diperoleh dari perhitungan nilai hasil tes pada akhir tindakan setiap siklus. Hasil tes siswa tersebut kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan data awal berupa hasi ujian akhir semester satu terhadap data hasil tes belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1 melalui pengoptimalan media alat peraga.
Penelitian ini dilaksanakan dua siklus. Siklus pertama terdiri dari dua tindakan dan siklus kedua terdiri dari dua tindakan. Siklus pertama tindakan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 23 Januari 2010, dan tindakan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2010. Pelaksanaan kegiatan siklus satu yang dimulai dari tindakan pertama sampai tindakan kedua dan post tes, sudah ada perbaikan dalam bentuk peningkatan nilai rata-rata kelas dari 56,63 naik menjadi 60,77. Akan tetapi pada proses pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan. Indikasi hambatan yang terjadi diperoleh peneliti melalui observasi dari tindakan satu sampai tindakan dua siklus pertama. Hambatan yang terjadi pada siklus satu menjadi bahan evaluasi dan refleksi peneliti bersama guru untuk melaksanakan siklus berikutnya. Upaya perbaikan yang dilakukan oleh peneliti bersama guru mengalami keberhasilan. Keberhasilan yang dimaksud adalah adanya peningkatan nilai rata-rata kelas pada siklus dua bila dibandingkan dengan siklus satu. Nilai rata-rata kelas pada siklus pertama 60,77 pada siklus dua meningkat menjadi 70,97.
Pada siklus dua beberapa hambatan tersebut mulai diperbaiki melalui hasil evaluasi dan refleksi peneliti bersama guru. Perbaikan yang dilakukan bertujuan agar apa yang menjadi hambatan dan kekurangan pada siklus pertama dapat teratasi pada siklus dua. Beberapa hambatan yang diperbaiki oleh peneliti bersama guru pada siklus dua yaitu meningkatkan pengawasan terhadap siswa yang dianggap sering menimbulkan kekacauan, mondar-mandir di dalam kelas, menganggu kegiatan pembelajaran, dan kepada siwa yang kurang bahkan tidak memperhatikan penjelasan guru. Contoh lain dari refleksi yang dilakukan adalah guru menyampaikan materi dengan ritme pelan, dalam menyampaikan materi selalu melakukan pengulangan, dan meningkatkan mobilitas gerak di dalam kelas. Pada saat praktik percobaan dilaksanakan guru meningkatkan pengarahan dan pengawasan kepada setiap siswa. Praktik percobaan dilakukan secara perlahan mulai dari tahap pertama sampai dengan tahap terakhir sesuai dengan petunjuk yang sudah disusun sebelumnya.
Pandangan Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2005: 38) yang mengatakan bahwa anak usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) kemampuan berpikir dan bernalar masih berada pada tahap operasional konkret, merupakan sebuah pandangan yang relevan dengan penerapan alat peraga dalam pembelajaran. Melalui penggunaan alat peraga siswa bisa memahami materi lebih jelas dan dalam, karena siswa sendiri ikut dilibatkan langsung berupa mengamati dan praktik percobaan.
Keterlibatan siswa secara langsung dalam menggunakan media alat peraga dilakukan melalui pembagian siswa menjadi beberapa kelompok. Pembagian yang ideal adalah satu kelompok terdiri dari dua siswa. Dengan jumlah satu kelompok terdiri dari dua siswa, maka siswa dapat secara bergantian untuk mempraktikan langsung media alat peraga yang digunakan. Cara yang digunakan untuk praktik berdasarkan petunjuk percobaan yang sudah disusun. Keterlibatan siswa secara langsung dalam praktik media alat peraga dapat memberikan keberhasilan dalam pembelajaran.
Pengoptimalan penggunaan media alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Caturtunggal 1, Kec. Depok, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta berupa peningkatan nilai rata-rata kelas. Nilai rata-rata kelas mata pelajaran IPA siswa kelas IV pada kondisi awal sebelum diberikan perlakuan adalah 56,63 meningkat menjadi 60,77 pada siklus pertama. Berdasarkan upaya perbaikan yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan guru melalui evaluasi dan refleksi maka pada siklus kedua nilai rata-rata kelas mengalami kenaikan lagi yaitu 70,97.
Peneliti menyarankan kepada guru mata pelajaran IPA kelas IV sebaiknya mengoptimalkan penggunaan media alat peraga yang sudah ada di sekolah. Guru mata pelajaran IPA kelas IV sebaiknya menggunakan alat peraga IPA dalam pembelajaran secara optimal, dimana siswa diusahakan untuk dilibatkan melakukan praktik langsung bukan hanya guru yang menggunakan media melainkan siswa juga terlibat langsung. Guru mata pelajaran IPA kelas IV sebaiknya ketika melaksanakan pembelajaran diharapkan melakukan pengawasan dan bimbingan yang merata kepada setiap siswa. Selain itu khusus untuk siswa yang dianggap berpotensi menimbulkan ketidakkondisifan diharapkan mendapat perhatian khusus. Kepada Kepala Sekolah SD Negeri Caturtunggal 1, sekolah hendaknya memfasilitasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan mengoptimalkan media alat peraga yang sudah tersedia di sekolah. Kepala Sekolah hendaknya bertindak sebagai perentara dalam pengadaan fasilitas media alat peraga IPA secara memadai.

Senin, 05 April 2010

KTSP ANTARA KUALITAS DAN REALITA PENDIDIKAN INDONESIA



Oleh: Damaskus Beny

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,belajar untuk memahami dan menghayati,belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, danbelajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.A. LandasanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.Standar IsiSI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.Standar Kompetensi LulusanSKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
C. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.Beragam dan terpaduTanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seniRelevan dengan kebutuhan kehidupanMenyeluruh dan berkesinambunganBelajar sepanjang hayatSeimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Sabtu, 03 April 2010

Akhirnya "Dia" Menyadari..........,,,,????



Berdasarkan Pembicaraan Damaskus Beny dan Darwin


Beberapa bulan yang lalu tepatnya Maret 2009 saya berbincang-bincang dengan seorang teman saya di sebuah beranda rumah. Tepatnya di Asrama PBS Keuskupan Kab. Ketapang Kal-Bar yang berada di Sleman Yogyakarta. Kami berbicara begitu enaknya,,,,,saking nyambungnya saya hampir lupa untuk pulang ke Asrama. Kami memulai pembicaraan dengan topik keprihatianan kami terhadap dunia pendidikan indonesia secara umum dan khususnya untuk teman-teman yang berada di pedalaman Kal-Bar sekarang ini. Kebetulan saya dengan teman saya itu kuliah di satu universitas dan satu Prodi S-1 PGSD UNY. Dilihat dari umur saya dan dia memang mempunyai perbedaan dia lebih tua daripada saya, akantetapi saya lebih tua jika ditinjau strata kami di kampus. Saya masuk kuliah di UNY tahun 2006, sedangkan dia baru masuk tahun 2007. Saya sudah lama mengetahui dari apa yang diceritaknya kepada saya bahwa dia sebenarnya sudah lama lulus SMA tepatnya tahun 2000, sementara saya lulusan SMA tahun 2005.

Selanjutnya saya berbicara dengan dia,,,,bahwa umur bukan merupakan suatu kendala bagi seseorang untuk mengenyam pendidikan selgi yang bersangkutan masih mempunyai kemauan dan bisa melaksanakannya., terus dia menjawab "ya" lagian saya juga belum terlalu tua katanya membalas pembicaraan saya. Secara eksplisit saya heran kepada teman saya itu mengapa dia lulusan SMA tahun 2000 dan baru masuk kuliah tahun 2007.....??? terus saya mempertanyakan fenomena tersebut kepada dia. Teman saya menjawab "Panjang Ceritanya" katanya memulai pembicaraan. Setelah selesai SMA tahun 2000, saya pulang ke kampung halaman saya jauh nun di pedalaman Kal-Bar. Kebetulan saya SMA di kota kabupatennya, ketika saya lulus SMA saya sebenarnya mempunyai niat atau keinginan untuk melanjutkan studi saya ke Perguruan Tinggi. Akantetapi terkadang apa yang kita cita-citakan tidak selamanya berjalan mulus seperti yang ita harapkan. Kendala yang paling utama mengapa saya tidak lansung melanjutkan studi saya karena alasan finansial keluarga saya. Pada akhirnya saya memutuskan untuk mebuang sejauh mungkin harapan saya untuk berkuliah. Selanjutnya saya memutuskan untuk bekerja pada sebua PT yang bergerak di bidang perkayuan di Kab. Ketapang Kal-Bar,,,,,saya bekerja begitu lama d sana. Saya bekerja sebagai Kernet kendaraan berat bernama Kepiting penjepit kayu mentah, ya.....bekerja di lapangan di dalam hutan begitu......pada dasarnya saya menikmati pekerjaan saya itu, walaupun terkadang saya merasa bosan dan jenuh juga. Saya tau jika perusahaan dimana tempat saya bekerja itu tutup maka saya akan hilang pekerjaan,,,,,,akantetapi saya tidak punya pilihan lain selain tetap bekerja di sini. Hari berganti hari, minggu berganti munggu, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, akhirnya pada tahun 2006 akhir saya menyadari bahwa bagaimana kalau saya cari peluang untuk memenuhi asa saya berkuliah...??? kebetulan saya sudah punya sedikit tabungan yang saya peroleh selama bertahun-tahun bekerja. Selanjutnya saya menghubungi Keuskupan Kab. Ketapang, karena saya tau Keuskupan mempunyai Program Beasiswa yang akan berkuliah di kota Yogyakarta. Melalui berbagai upaya dan usaha akhirnya saya diterima sebagai salah seorang yang akan menerima beasiswa tersebut. Singkat cerita akhinrnya saya memutuskan untuk masuk kuliah di S1 PGSD UNY pada tahun ajaran baru 2007, "Begitu teman saya Bercerita kepada saya" selanjutnya saya mengatakan kepda teman saya itu bahwa "Akhirnya kamu menyadari Arti Penting dari Sebuah Pendidikan bagi Kehidupan" begitu kata saya menutup pembicaraan kami, lalu sayapun mohon pamit untuk pulang maklum udah agak larut malam......

BELUM DEWASA DALAM BERDEMOKRASI

Oleh : Petrus Darwin
Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta
Asal Ketapang, Kalimantan Barat..

Pelaksanaan pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2009 yang baru kita laksanakan beberapa minggu yang lalu, selain menguras dana negara yang begitu besar, pelaksanaan pemilu legislatif kali ini juga menyebabkan jatuh korban, terutama yang dialami oleh para caleg, mulai dari depresi, setres sampai ada caleg yang nekad bunuh diri.
Tidak salah lagi apa yang telah diperkirakan banyak orang sebelumnya, bahwa pelaksanaan pemilu legislatif yang akan digelar pada tanggal 9 April 2009 itu akan menimbulkan banyak permasalahan, hal tersebut terbukti hingga hari ini banyak laporan yang masuk pada Bawaslu terkait pelanggaran atau permasalahan itu. namun permasalahan yang sangat memprihatinkan yang jarang atau boleh dikatakan belum pernah terjadi/di jumpai pada pelaksanaan pemilu sebelumnya adalah, adanya fenomena caleg setres dan bunuh diri gara-gara tidak terpilih menjadi anggota legislatif. Pertanyaan bagi kita mengapa para caleg nekad berbuat demikian? Menurut penulis ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hal tersebut:
Pertama, pelaksanaan sistem demokrasi di negara kita relatif baru atau muda, yaitu baru dimulai sejak bergulirnya era repormasi, walaupun pada kenyataannya saat ini negara kita dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia versi Amerika Serikat, namun secara mental bangsa kita belum dewasa dalam berdemokrasi, terutama para politisi kita. disinilah kita perlu belajar banyak dari Amerika Serikat yang merupakan negara demokrasi nomor satu di dunia, kita ambil contoh saja, belum lama ini di Amerika Serikat baru saja melaksanakan pemilu presiden, antara Barack Obama dari partai demokrat dan Jhon Machain dari partai republik, yang mana dalam pertarungan tersebut berhasil dimenangkan oleh Barack Obama mengalahkan rival beratnya Jhon Machain. Selama kampanye, tidak jarang di temui berbagai kritikan atau pernyataan keras yang dilontarkan oleh kedua belah pihak, kedua kubu saling beradu argumen di setiap forum, mereka saling menyalahkan dan tuding menuding untuk menjatuhkan lawan. Namun apa yang terjadi, setelah pemilihan dilangsungkan dan penghitungan suara selesai dan diketahui pemenangnya adalah barack obama, Jhon Machain langsung memberikan ucapan selamat kemenangan dan mendukung sepenuhnya kepada Barack Obama sebagai presiden terpilih Amerika Serikat, Jhon Machain menerima kekalahannya dengan lapang dada dan berjiwa besar. Sikap seperti inilah yang belum di miliki oleh politisi kita di negeri ini, para politisi/caleg kita hanya siap menang tetapi tidak siap kalah, sehingga ketika mereka tidak terpilih dalam pemilu legislatif seperti saat ini, mental mereka tidak siap menerima kenyataan, akibatnya mereka mengalami guncangan dan gangguan jiwa.
Kedua, berubahnya sistem pemilu, seperti kita ketahui bersama, bahwa sistem pemilu legislatif kali ini berbeda dengan sistem pemilu sebelumnya. Jika pada sistem pemilu sebelumnya kemenangan seorang caleg di tentukan oleh nomor urut, dalam arti, siapa yang memperoleh nomor urut paling atas besar kemungkinan akan terpilih sebagai anggota legislatif, walaupun pada kenyataannya seorang calag tersebut tidak memperoleh suara terbanyak. berbeda dengan pelaksanaan pemilu legislatif yang kita laksanakan baru-baru ini, pada pemilu kali ini, seperti yang telah diputuskan oleh mahkamah konstitusi (MK), bahwa kemenangan seorang caleg ditentukan oleh suara terbanyak. Dengan sistem seperti ini, seorang caleg dituntut untuk bekerja keras dengan segala daya, tenaga, pikiran dan dana agar dirinya bisa terpilih. terjadi persaingan yang cukup ketat antarcaleg, sehingga demi mewujudkan ambisinya para caleg rela berkorban habis-habisan dengan mengeluarkan banyak uang untuk meraih simpati dan suara dari para pemilih. Akibatnya ketika perjuangan mereka yang begitu besar itu hanya menghasilkan suara pemilih yang minim, para caleg merasa harga diri dan martabatnya tidak dihargai sebesar pengorbanan yang telah mereka keluarkan.
Ketiga, banyaknya orang yang mendaftar jadi caleg, yang merupakan konsekuensi dari banyaknya partai yang ikut dalam pemilu. Padahal jumlah kursi yang tersedia di lembaga legislatif tidak sebanding dengan jumlah orang yang mendaftar jadi caleg. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi bahwa dengan menjadi anggota legislatif dapat memperbaiki nasib hidup atau meningkatkan taraf hidup seseorang, lembaga legislatif di jadikan tempat mencari nafkah. Sehingga untuk mewujudkan impian tersebut, pada saat kampanye selain mengeluarkan harta benda dan uang milik pribadi, para caleg juga nekad untuk meminjam uang pada keluarga atau pun orang lain. sehingga ketika mereka kalah dalam kompetisi, beban hidup mereka semakin bertambah berat, karena selain harta benda dan uang milik pribadi sudah habis, mereka juga mempunyai tanggungjawab untuk mengembalikan dana yang sudah dipinjam pada orang lain pada saat kampanye.
Semoga kejadian seperti ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, kedepannya diharapkan agar para parpol untuk lebih selektif dalam menentukan calegnya, yaitu dengan mempertimbangkan kesehatan fisik dan mental, agar perisriwa serupa tidak terulang lagi.

Dibalik Dua Sisi Sistem Komunikasi Dunia Maya




Oleh: Damaskus Beny


Berkomunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dihilangkan. Sekian lama bahkan berabad-abad kehadiran manusia di dunia ini, komunikasi merupakan sebagai sarana yang sangat efektif dalam menjalani pelayaran kehidupan di duania ini untuk berhubungan secara aktif maupun non aktif antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Secara garis besar ada dua cara manusia dalam berkomunikasi yaitu dengan menggunakan bahasa verbal dan dengan menggunakan bahasa non verbal atau lebih familiar dengan sebutan bahasa isyarat. Cara berkomnunikasi manusia kebanyakan dengan melakukan hubungan percakapan langsung antara yang satu dengan yang lainnya.
Di zamana sekarang cara berkomunikasi manusia sangat kompleks dan bervariatif. Seiring berkembangnya IPTEK yang merambah di setiap sendi kehidupan manusia, memunculkan banyaknya produk inovatif dalam cara berkomunikasi. Dari sekian produk inovatif cara berkomunikasi, cara berkomunikasi manusia dengan menggunakan perangkat lunak (sofware) merupakan cara yang sangat simple dan dapat dilakukan dalam waktu yang cepat juga bisa menembus dunia secara efektif.
Kehadiran perangkat-perangkat cara berkomunikasi ala modern seperti handphone, Via Email, YM, KL, Friendster, Facebook dan produk-produk cara beromunikasi lainya dewasa ini sudah menjadi semacam trend dan gengsi atau bahkan semacam life style bagi segelintir orang. Di satu sisi alat-alat tersebut memberikan banyak keuntungan bagi proses kehidupan manusia, karena untuk mempermudah cara berkomunikasi sehingga hidup terasa lebih simple dan mudah. Facebook misalnya merupakan alat berkomunikasi via dunia maya yang sekarang ini lagi ngetrend di kalangan anak muda bahkan di seluruh lapisan masyarakat dunia.
Melalui facebook seseorang bisa saling berkenalan, berteman, bermitra bisnis, bercerita, berbagai pengalaman, mengenal wajah/foto, curhat, dan lain sebagainya dengan orang-orang yang berdada jauh dari tempat tinggalnya. Itu semua merupakan sebagian dari kelebihan dan kenuntungan yang diperoleh manusia dalam menggunakan alat berkomunikasi via dunia maya facebook. Bahkan saking ngetrend dan lagi topnya ketika seseorang anak muda tidak memiliki facebook maka dia dianggap orang yang ketinggalan dan Gaptek.
Di sisi lain produk-produk cara berkomunikasi via dunia maya tersebut seolah-olah menyeret kita pada rasa ketergantungan terhadap tehknologi dan cara bersosial serta melemahkan manusia untuk berinteraksi lansung tatap muka secara baik dan aktif dengan manusia yang lainya. Betapa tidak dengan melakukan berkomomunikasi secara aktif via dunia maya maka seseorang tidak perlu lagi untuk bertemu langsung dengan manusia lainya cukup dengan mengklik beberapa kali maka sudah tersambung dengan seseorang. Padahal di dalam berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya tidak cukup dengan hanya menggunakan berkomunikasi ala via dunia maya. Cara berinteraksi yang baik salah satunya dengan bertatap muka langsung antara yang satu dengan yang lainnya atau antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Kondisi seperti ini juga bisa membuat cara bermoral, bertingkah laku, bergaul seseorang akan mengalami kekakuan dan pada akhirnnya akan timbul rasa egois dan individualisme yang kebablasan. Kalau kita menyadari dan bisa memaknai hidup secara mendalam maka kita akan menyadari bahwa kita perlu berinteraksi dan berkomunikasi secara aktif dan langsung dalam hidup ini. Pertanyaanya adalah apakah kehadiran produk-produk cara berkomunikasi via dunia maya tersebut akan memberikan makna hidup peradaban manusia atau bahkan membuat manusia menjadi seperti robot yang dikendalikan oleh tehknologi ....??? penulis kira tergantung kepada kita bagaimana seharusnya kita bisa mengimbangi antra kedua-duanya agar tetap berjalan seiring dan menguntungkan bagi kehidupan peradaban manusia.

PENDIDIKAN KESEHATAN




Oleh: Damaskus Beny


Pengertian
Sehat adalah pribadi seseorang seutuhnya meliputi sehat fisik, sehat mental, dan sehat sosial, yang ketiganya tidak bisa dipisahkan. Menurut batasan dari WHO yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Dengan demikian pendidikdan kesehatan adalah usaha yang diberikan berupa bimbingan atau tuntunan kepada seseorang atau anak didik tentang kesehatan yang meliputi seluruh aspek pibadi (fisik, mental, sosial) agar dapat tumbuh dan berkembang secara haromunis.

B. USAHA-USAHA YANG DILAKUKAN UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN

1. Kesehatan Pribadi
Manusia hendakanya selalu menjaga kebersihan dirinya agar tetap segar dan sehat, yang meliputi:
a. Kebersihan kulit
Untuk menjaga agar kulit selalu bersih, dengan mandi minimal dua kali sehari: pagi dan sore. Mandi berguna untuk membersihkan debu yang melekat di badan, juga untuk menghilangkan endapan keringat. Sebaiknya menggunakan sabun, karena secara kimiawi sabun dapat memisahkan kotoran dari permukaan badan.


b. Kebersihan rambut
Kebersihan rambut dapat dilakukan dengan keramas minimal seminggu sekali dan bila rambut sudah terasa kotor, dengan menggunakan shampo atau obat-obatan lainnya, atau mungkin dengan merang atau tangkai padi yang dibakar. Gunakanlah shampo atau obat lain yang sesuai rambut, agar rambut tidak rusak.


c. Kebersihan kuku
Sebaiknya bagi anak didik memotong kukunya pendek-pendek seminggu sekali, dan bersihkan dengan sikat yang lembut, terutama di pinggir dan tepi kuku.


d. Kebersihan mata
Mata yang kotor karena debu atau air yang tercemar, dapat menyebakan berbagai macam penyakit mata. Membersihkan mata dengan air basah atau boorwater secara rutin adalah kebiasaan yang baik agar terhindar dari penyakit yang menyerang mata.


e. Kebersihan rongga mulut dan gigi

Kebersihan rongga mulut dan gigi dilakukan dengan cara berkumur dan menyikat gigi. Menyikat gigi menggunakan odol dengan baik, karena odol mengandung zat pembersih, memberikan bau yang enak dan rasa segar. Pilihlah sikat yang sesuai dan bulu-bulu yang lunak. Menyikat gigi dilakukan setelah makan dan sebelum tidur pada malam hari. Mencongkel-congkel sisa makanan di sela-sela gigi sebaiknya tidak boleh dilakukan, karena akan merusak gusi.


f. Kebersihan telinga
Membersihkan lubang telinga sebaiknya dengan memakai air yang masak yang dingin atau dengan obat tetes telinga. Obat tetes tersebt akan menyebabkan kotoran yang terdapat pada telinga mencair sehingga mudah untuk dikeluarkan. Kotoran telinga bersifat lekat, liat, dan berguna untuk menahan binatang atau kotoran yang masuk ke dalam telinga. Oleh karena itu jangan terlalu sering diberihkan, hanya cukup dua minggu sekali.


g. Kebersihan hidung
Hidung perlu dibersihkan dengan menggunakan kain halus atau dengan cara menghirup air lalu disemprotkan ke luar.


h. Kebersihan tangan dan kaki
Tangan dan kaki perlu dijaga kebersihanya dengan baik, mencuci tangan sebelum makan dan mencuci kaki sehabis bermain atau bekerja dan sebelum tidur, kebiasaaan seperti ini merupakan hal yang baik.


i. Pemeliharaan pakaian
Pakaian yang mememnuhi syarat kesehatan antara lain adalah:
1. Tidak merusak kulit
2. tidak terlalu sempit dan longgar
3. mudah dicuci dan dirapikan
4. warna serasi dengan warna kulit, usia pemakai, serta keperluanya.
5. Pakaian yang sudah dipakai sebaiknya dicuci (dibersihkan).
6. Sepatu dan sandal harus selalu dibersihkan, dan setiap kali dipakai dalam keadaan kering.
7. Jangan menyimpan pakaian yang bekas dipakai ke dalam almari, kalau perlu gantungkan diluar almari.
8. Sediakan tempat khusus untuk baju, sepatu, topi dan lain-lain.
9. Kosongkan saku-saku.
10. Pakaian yang disimpan dalam almari selalu dalam keadaan bersih dan kering.
11. Periksalah semua pakaian dan peralatan pribadi lainnya apakah sudah bersih atau belum.

2. Makanan dan minuman sehat

a. Fungsi makanan bagi tubuh
Fungsi makanan adalah untuk mendapatkan tenaga, mendapatkan zat pembangun sel-sel tubuh, mempertinggi daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta untuk menjamin kelancaran segala macam proses yang terjadi dalam tubuh. Untuk itu, maka makanan yang kita konsumsi setiap hari hendaknya mengandung unsur-unsur penghasil tenaga, pembangun sel-sel, dan mengatur segala macam proses dalam tubuh
Sesuai dengan kegunaannya makan makanan yang masuk ke dalam tubuh dapat dikelompokan menjadi:
Makanan sebagai sumber tenaga yang mengandung karbohidrat.
Makanan sebagai sumber zat pembangun
Makanan sebagai sumber zat pengatur
b. Fungsi air bagi tubuh
Air adalah bagian yang penting bagi sel tubuh karena air sebagai larutan. Air juga diperlukan untuk menjaga suhu tubuh agar tetap dalam keadaan normal.


3. Kesehatan lingkungan
Setiap makhluk hidup untuk tumbuh dan berkembang biak membutuhkan suatu lingkungan yang sesuai dengan jenis dan keadaan masing-masing.
Lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi dua : (kesehatan lingkungan depdikbud 1981)
a. Lingkungan fisik, sering juga disebut juga lingkungan abiotik yang terdiri dari benda-benda yang tidak hidup.
Lingkungan biotik, yaitu yang terdiri makluk hidup.

4. Keseimbangan antara kegiatan dan istirahat
Antara jasmani dan rohani erat sekali hubungannnya dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu menjaga jasmani saja, tanpa memperhatikan kesehatan rohani. Sebagai contoh seorang yang telah lama menderita sakit yang tidak sembuh-sembuh (misalnya Tbc, dll) lama-lama mungkin akan mengalami perubahan kepada jiwanya. Ia mugkin menjadi apatis, harapan masa depan kabur, dll. Sebalinya orang yang tertekan jiwanya mungkin ia akan malas untuk melakukan kegiatan fisik misalnya malas bekerja atau bekerja merasa cepat lelah, bahkan ada yang mengalami sampai kelumpuhan. Lelah dibedakan menjadi dua: lelah jasmani dan rohani.

C. KESEHATAN KELUARGA

Usaha pembangunan dibidang kesehatan terutama ditujukan dalam rangka usaha pendidikan kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit menular, pemulihan dan peningkatan kesehatan, pembangunan infrastruktur kesehatan, penyediaan dan pendidikan tenaga-tenaga kesehatan, pengadaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan, usaha-usaha dibidang penelitian kesehatan serta peningkatan higenis air minum.

1. Program pendidikan kesehatan keluarga dalam masyarakat
Program ini ditujukan untuk memberikan penerangan dan pengertian kepada masyarakat untuk hidup sejahtera lebih sehat. Hal ini termasuk pula memberi pengertian tentang penggunaan bahan-bahan makanan yang mengandung zat-zat yang baik. Program ini merupakan program utama di Indonesia. Karena masih adanya berbagai penyakit-penyakit menular yang belum dapat sepenuhnya dikendalikan. Kegiatan-kegiatan perlu dilakukan dalam rangka usaha preventip terhadap penyakit-penyakit menular
2. Pemulihan dan peningkatan kesehatan
Program ini dimaksudkan untuk memulihkan dan meningkatkan beberapa bidang kesehatan tertentu, seperti perbaikan gizi, peningkatan kesehatan jiwa, kesehatan gigi dan kesehatan mata. Usaha-usaha yang dilakukan dibidang ini terutama adalah penelitian atau survey mengenai keadaan penyakit-penyakit tersebut, seminar dan pendidikan tambahan, penyediaan obat-obatan serta bahan-bahan pengobatan.
3. Program keluarga berencana
Program keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya selalu diperhatiakan.Dalam menyusun suatu pedoman bagi Lembaga Keluarga Berencana.Melancarkan gerak usaha program keluarga berencana. Kemudian telah dilakukan pengreorganisasian dari pada program keluarga berencana itu dengan pembentukan Dewan Pembimbing Keluarga Berencana Nasional dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, dimana Pemerintah memegang peranan yang lebih besar dalam kegiatan-kegiatan usaha keluarga berencana.
Kegiatan usaha program keluarga berencana pada tahun 1969/1970 membangkitkan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha keluarga berencana. Usaha-usaha untuk mendukung hal ini dilakukan dengan antara lain melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat guna menimbulkan saling pengertian, penyebaran penerbitan-penerbitan dan majalah keluarga sejahtera, pembuatan film keluarga sejahtera sandiwara radio, tulisan- tulisan pada surat-surat kabar dan media lainnya. Dibidang penelitian, statistik dan evaluasi terus dilakukan kegiatan-kegiatan untuk bahan dasar bagi penyusunan pola-pola kebijaksanaan yang tepat dan terarah dalam rangka program keluarga berencana.

Komersialisasi Pendidikan


Oleh: Petrus Darwin
Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta.

Setelah memakan waktu kurang lebih tiga tahun pembahasan, perumusan rancangan undang-undang badan hukum pendidikan ( BHP)akhirnya Di sahkan menjadi undang-undang oleh komisi X DPR RI melalui rapat paripurna DPR pada tanggal 17-12-2008, Banyak pihak yang menentang dan menolak terhadap pengesahan undang-undang ini terutama mahasiswa dan kalangan pengelola yayasan, karena undang-undang ini dinilai dapat mengkomersialisasikan pendidikan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terbesar ke-4 didunia, saat ini penduduk indonesia diperkirakan 200 juta lebih. Dari sekian banyak penduduk indonesia itu mayoritas rakyatnya hidup dibawah digaris kemiskinan. menurut data badan pusat statistik dalam survenya selama bulan pebruari-maret 2008 jumlah penduduk miskin indonesia sebesar 34,95 juta atau 15,42% dari total penduduk indonesia. Dari sekian banyak penduduk miskin yang ada di indonesia itu terjebak dalam kebodohan yang disebabkan oleh sebuah sistem. Rakyat kita menjadi bodoh dan terbelakang serta kekurangan informasi bukanlah keinginan mereka tetapi situasi yang membuat mereka seperti itu. Bagi orang miskin untuk mengikuti pendidikan formal menjadi sesuatu yang jauh dari angan-angan dan harapan mereka. Jangankan mau mengikuti pendidikan , untuk bisa makan pagi dan sore hari saja sudah cukup dan beruntung bagi mereka. Pendidikan yang formal seperti wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan oleh pemerintah selama ini seakan-akan menjadi sesuatu yang jauh dari jalan hidup mereka, sebab untuk mengenyam atau mendapatkan sebuah pendidikan bukanlah hal yang mudah bagi mereka, tetapi membutuhkan dana yang cukup besar. Yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh rakyat miskin.
Jika kita kembali pada UUD 1945 pasal 31 ayat 4, tertuang sebuah petunjuk bahwa, dunia pendidikan harus mendapat perhatian yang lebih dari negara, dan negara harus bertanggung jawab atas pendidikan warga negaranya. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa anggaran pendidikan untuk rakyat adalah sebanyak 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jumlah yang besar untuk anggaran pendidikan di indonesia. Jika anggaran pendidikan sebesar 20% itu benar-benar direalisasikan bukan tidak mungkin semua rakyat indonesia bisa menikmati pendidikan terutama orang-orang miskin. Namun sangat disayangkan , hal tersebut hanya sebuah peraturan yang tidak pernah direalisasikan. Lihat saja sekarang penduduk miskin yang mau sekolah tidak ada kesempatan karena terbentur oleh kendala biaya atau dana pendidikan yang terlalu mahal.
Belum tuntas masalah kendala biaya pendidikan yang terlalu mahal, kini pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan baru yang kontroversial dalam dunia pendidikan, yaitu tentang UU badan hukum pendidikan (BHP), UU BHP ini disahkan oleh komisi X DPR pada tanggal 17 Desember 2008 melalui rapat paripurna. UU ini merupakan tindal lanjut dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasinal (sisdiknas). Substansi UU BHP dalam implementasinya bisa menimbulkan persoalan baru bagi dunia pendidikan. Sebab dalam UU BHP tanggung jawab negara dalam bidang pendidikan akan dikurangi terutama dalam pengalokasian anggaran atau pendanaan. ini berarti negara lepas tangan atas pembiayaan pendidikan nasional . pendidikan akan diserahkan kepada pemodal untuk menyelenggarakan pendidikan yang diswastakan. akhirnya Pendidikan akan menjadi lahan bisnis bagi para pemodal baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian mekanisme pasar telah menempatkan pendidikan sebagai komoditi yang hanya bisa diakses oleh konsumen yang mampu. UU ini tidak berpihak kepada rakyat kecil, namun sebaliknya akan menindas hak anak-anak dari keluarga kurang mampu atau miskin untuk menikmati pendidikan diperguruan tinggi. Selain itu UU BHP akan menimbulkan diskriminasi dalam bidang pendidikan antara sikaya dan simiskin. Sebab dengan diberlakukannya UU ini maka biaya pendidikan akan mahal dengan demikian hanya orang kaya atau punya uang saja yang bisa menikmati pendidikan sementara orang miskin akan semakin bodoh dan terbelakang. Langkah pemerintah untuk membentuk UU BHP ini bukanlah solusi yang tepat untuk memandirikan dan memaksimalkan kualitas pendidikan, justru dengan dibentuknya UU BHP ini hanya akan mengkomersialisasikan dunia pendidikan kita. Pendidikan yang dikomersilisasikan telah melanggar amanat UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan apabila ini terjadi maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang bodoh dan terbelakang, yang selanjutnya berpengaruh pada angka kemiskinan dinegara kita yang semakin bertambah.

UN CIPTAKAN KETIDAKADILAN



Oleh: Petrus Darwin
Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

Walaupun banyak menuai pro dan kontra tentang pelaksanaan ujian nasional, pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Bambang Sudibyo, tetap akan menyelenggarakan Ujian nasional (UN) pada tahun 2009, bahkan untuk tahun ini standar kelulusan dinaikan menjadi 5,50.
Pertanyaan bagi kita, Apakah langkah yang diambil oleh pemerintah dalam pelaksanaan ujian nasional dengan mematok standar kelulusan yang tinggi mutu pendidikan kita akan semakin baik?
Memang benar seperti yang telah kita ketahui selama ini, sejak ditetapkanya keputusan menteri pendidikan nasional No.153/U/2003, tentang ujian akhir nasional, bahwa salah satu tujuan diselenggarakanya ujian nasional adalah untuk mengukur kualitas pendidikan di tanah air serta mengukur pencapaian hasil belajar siswa. tetapi apabila kita bercermin pada pelaksanaan UN pada tahun-tahun sebelumnya, ternyata pelaksanaan ujian nasional masih menyisakan banyak masalah, dan boleh di katakan gagal dalam memperbaiki kualitas pendidikan kita.
Jika pemerintah ingin memperbaiki kualitas pendidikan di tanah air, tidak cukup hanya menaikan nilai yang tinggi dalam UN, tanpa peningkatan dan memperhatikan aspek yang lain. Menurut penulis Yang lebih penting dilakukan oleh pemerintah dalam memperbaikai kualitas pendidikan saat ini adalah benahi dulu permasalahan-permasalahan dasar yang terjadi dalam bidang pendidikan, seperti masalah pembangunan infrastruktur/sarana dan prasarana sekolah, misalnya gedung sekolah yang sudah tidak layak pakai perlu direnovasi demi kenyamanan siswa dalam belajar, menyediaan fasilitas yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar dikelas (buku paket/sumber belajar yang lengkap dan media pembelajaran yang memadai), serta penyediaan tenaga Guru/pengajar yang cukup dan berkualitas dalam suatu sekolah. Kalau semua itu telah dibenahi oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan mutu pendidikan kita akan semaikn baik dan standar kelulusan yang tinggi dapat di capai oleh siswa. Sebab pertanyaannya bagi kita, bagaimana mungkin standar kelulusan 5,50 bisa di capai oleh siswa , jika dalam suatu sekolah gedungnya bocor dan ruang belajarnya rusak parah dan hampir ambruk, apakah suasana belajar dikelas akan berlangsung dengan baik, dan bagaimana mungkin apabila sarana dan prasarana penunjang dalam kegiatan belajar mengajar di kelas sangat minim, apakah guru bisa menyampaikan materi pelajaran dengan efektif, serta bagaimana mungkin juga jika dalam suatu sekolah hanya di ajarkan oleh satu atau dua orang guru, seperti yang terjadi di sekolah-sekolah yang ada di daerah pedalaman saat ini, Apakah para siswa bisa optimal dalam menerima pelajaran? Apakah mereka itu sama siapnya dengan siswa-siswi di sekolah favorit yang ada di kota besar dalam mengikuti UN?. Hal ini lah tampaknya yang belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Saat ini pemerintah hanya bisa mematok nilai yang tinggi dalam UN tanpa pernah memikirkan dan memperhatikan aspek yang lain. Menurut penulis kalau pemerintah mau menyelenggarakan ujian nasional, standar kelulusan tidak boleh di samaratakan di seluruh indonesia, tetapi harus ada pembedaan antara daerah yang mutu pendidikannya rendah dengan sekolah yang mutu pendidikannya lebih baik/maju, agar tercipta keadilan dalam dunia pendidikan.
Kita semua tentu setuju dan mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di indonesia, tetapi tentu dengan cara yang bijaksana dan tidak menimbulkan masalah baru. Selama ini pernahkah pemerintah memikirkan akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan UN?, padahal Apabila kita bercermin pada pelaksanaan UN tahun-tahun sebelumnya, banyak permasalahan yang terjadi, misalnya banyak siswa yang mati bunuh diri gara-gara tidak lulus UN, banyak siswa yang stres dan tertekan, banyak pahlawan yang namanya Guru digrebek oleh polisi gara-gara guru dituduh membocorkan soal UN kepada anak didik. Dan masih banyak masalah-masalah lain berkaitan dengan pelaksanaan UN.
Kini pelaksanaan UN tahun 2009 sudah diambang pintu, para siswa sudah mulai sibuk mempersiapkan diri, berbagi cara telah dilakukan oleh para siswa mulai dari les, tes dan bimbingan belajar lainnya. siang malam tak sempat tidur nyenyak, siswa yang akan menempuhnya terasa pusing, was-was dan cemas, bagaimana tidak, bayangkan saja jerih payah selam 3 tahun berjuang, nasib mereka hanya di tentukan dengan hitungan jam saja oleh kebijakan pemerintah yang namanya UN. Pelaksanaan UN banyak menelan korban dan biaya, bayangkan saja berapa ratus ribu nantinya siswa SLTP tidak bisa melanjutkan ke SLTA, dan sebaliknya juga para siswa SLTA tidak bisa masuk keperguruan tinggi, terutama para siswa yang tinggal di daerah pedalaman, gara-gara mereka tidak lulus UN. Mereka telah kehilangan kesempatan untuk meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik, para siswa yang ada di sekolah pedalaman kalah bersaingan dengan siswa yang memiliki fasilitas lengkap dalam belajar, terutama sekolah yang ada di kota. Sungguh menyakitkan, ternyata kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan UN hanya dapat menciptakan ketidakadilan dalam dunia pendidikan.

KTSP dan UU BHP Memiliki "Roh" yang Sama Benarkah.....????



Oleh: Damaskus Beny

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas,,, dapat kita tarik kesimpulan bahwa roh atau jiwa yang melandasi atau mendasari KTSP adalah Semangat "Desentralisasi" mengapa dikatakan sebgai desentralisasi karena KTSP adalab sebuah kurikulum yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masing-masing lembaga atau instansi pendidikan untuk mengatur, mengelola, dan melaksanakan pendidikan maupun kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan setiap sekolah dan peserta didik. Dengan kata lain setiap sekolah diberi kewewenangan dan kebebasan untuk mengembangkan atau memprioritaskan pembelajaran tertentu yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan lingkungan dunia kerja yang lebih kontekstual. Lantas apa hubungan atau korelasi antara KTSP dengan BHP.....??? Semejak BHP dimunculkan sebagai wacana atau isu pendidikan di negeri ini,,,,,sejak itu pula pro-kontra masyarakat terhadap BHP bergulir. Pro-kontra yang terjado di negara demokrasi bukanlah sesuatu yang tabu, melainkan merupakan peristiwa yang menjadi bagian dari semangat demokrasi. Kenyatannya adalah bahwa bagi masyarakat di negeri in yang merasa kontra terhadap BHP kayaknya tinggal persepsi belaka betapa tidak kini BHP sudah diketuk palu oleh DPR RI pada tanggal 17 Desember 2008, yang akan segera diaplikasikan di setiap institusi maupun lembaga pendidikan. Sebenarnya apa sich yang menjadi semangat atau roh yang terdapat pada BHP......??? ternyata BHP memilki semangat untuk menempatkan satuan pendidikan sebagai subjek hukum yang memiliki otonomi luas, akademik maupun non akademik, tanpa khawatir lagi dengan kooptasi birokrasi. Otonomi yang diberikan dikunci oleh Undang-Undang BHP harus dilandasi oleh prinsip-prinsip seperti nirlaba, akuntabilitas, transparan, jaminan mutu dan seterusnya yang memastikan tidak boleh ada komersialisasi dalam BHP. BHP memastikan bahwa komitmen pemerintah untuk membantu lembaga pendidikan tidak pernah berkurang bahkan bertambah besar. Dari semngat yang menjiwai BHP tersebut, dapat kiata simpulkan bahwa BHP pada dasarnya mempunyai semangat Desentralisasi juga,,,,,,, atau lebih dikenal dengan otonomi pendidikan yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada lembaga atau instasi pendidikan untuk mengatur dan mengelola manajemen keungan sekolah maupun yang lainya. Jika kita korelasikan dengan semangat KTSP yang mempunyai semnagat desentralisasi juga bearti antara BHP dengan KTSP sama-sama mempunyai semagat atau jiwa Desentralisasi,,,,,,,kalau memang demikian dapat ditarik kesimpulan secara umum antara BHP dengan KTSP mempunyai korelasi positif di bidang pendidikan karena sama-sama mempunyai jiwa yang sama yaitu "Jiwa atau Semangat Desentralisasi".

"Hegemoni Alat Peraga" Dalam Pembelajaran Sains SD





Oleh: Damaskus Beny


Pendidikan merupakan salah satu aspek dan instrumen yang sangat berpengaruh bagi kemajuan suatu bangsa, dimana pendidikan dapat berperan penting demi tercapainya suatu bangsa yang maju dan berkembang di segala bidang, salah satu di antaranya adalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Semua negara tentunya menghendaki bangsanya bisa maju, berkembang dan memperoleh kesejahteraan di berbagai bidang, begitu juga dengan negara Indonesia. Semejak negeri ini bebas dari penjajah dan memperoleh kemerdekaanya secara sah di mata dunia sejak itu pula sektor pendidikan mulai diperhatikan dan dianggap sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa. Melalui dunia pendidikan diharapkan lahirlah generasi-generasi penerus bangsa ini yang nantinya akan mengisi dan memebawa kemajuan bangsa baik secara lokal, nasional, maupun di mata dunia. Prioritas pendidikan di negeri ini bukanlah suatu persepsi kulitatif belaka melainkan diperkuat oleh tujuan dari bangsa ini seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan dari apa yang telah tercantum pada tujuan bagsa ini yang tertuang pada UUD 1945 alinea ke 4 yang berbunyi mencerdaskan kehidupan bangsa, maka sudah jelas bahwa aparatur pemerintah sebagai perpanjangan tangan dari kehendak rakyat di negeri ini untuk memperhatikan kondisi pendidikan baik sekarang maupun masa yang akan datatang. Tidak bisa dipungkiri bahwa lembaga pendidikan memegang peranan yang begitu besar terhadap kemajuan dan masa depan putra-putri generasi penerus negeri ini. Jika tingkat dan kualitas pendidikan di negara ini sudah bisa bersaing dan menopang kehidupan, maka akan mempermudah pada kemajuan di sektor-sektor kehidupan yang lainnya. Pendidikan dalam perspektif ini tentunya adalah pendidikan secara formal yang mencakup seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam lembaga pendidikan formal tentunya mempunyai banyak bagian-bagian yang menjadi faktor-faktor pendukung pendidikan itu. Diantara faktor tersebut misalnya sistem pendidikan secara umum yang diterapkan di seluruh negeri ini, kurikulum yang digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanan pendidikan, pendidik atau guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran dll. Dari beberapa faktor yang terdapat pada lembaga atau institusi pendidikan itu, dalam penerapanya di lapangan banyak mengalami kendala dan permasalahan.
Kondisi riil di lapangan yang sedang terjadi saat ini pada masyarakat kita di sektor pendidikan sungguh sangat memprihatinkan bahkan merupakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi. Hal itu dapat kita lihat seperti masih banyaknya masyarakat kita yang belum bisa mengenyam pendidikan, jumlah atau tingkat buta huruf yang masih memprihatinkan, semberawutnya proses kegiatan pembelajaran di lapangan, kualitas lulusan yang kurang berkualitas, kemauan dan minat belajar siswa yang masih rendah, kualitas sumber daya manusia (SDM) lulusan yang masih belum bisa memadai dan masih banyak masalah-masalah yang lain belum bisa diselesaikan.
Beranjak dari fenomena tersebut sekarang ini, sudah layak dan sepantasnyalah bangsa indonesia untuk respek terhadap dunia pendidikan, karena permasalahan-permasalahan tersebut harus segera diatasi. Pemerintah yang diangap sebagai perpanjangan tangan dari aspirasi rakyat merupakan lembaga yang memegang peranan dan kendali penting dalam menentukan arah kemajuan pendidikan negeri ini. Melalui dunia pendidikanlah regenerasi penerus bangsa ini bisa lahir, yang akan meneruskan perjalanan bangsa baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Kita semua tentunya tidak asing lagi bahwa pendidikan merupakan salah satu aset yang memegang peranan begitu dominan, baik itu aset individu, keluarga, kelompok bahkan negara yang berupa investasi masa depan dan mempunyai prosfek hidup yang dapat diperhitungkan.
Kondisi pendidikan kita yang banyak diasumsikan oleh masyarakat sekarang banyak mengalami kendala dan kegagalan tentunya menjadi bahan refleksi kita bersama dan juga merupakan pekerjaan rumah para elite pejabat negeri ini. Persepsi masyarakat ini bukanlah semata-mata suatu pandangan yang tidak beralasan, karena memang banyak bukti dan fakta di lapangan yang mencerminkan persepsi tersebut benar-benar terjadi. Diantaranya seperti minimnya anggaran pendidikan yang diaplikasikan di lapanagan, kurangnya fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar mengajar, tenaga pendidik atau guru yang masih kurang berkompeten dan masih banyak yang lain. Fenomena seperti ini tidak boleh didiamkan begitu saja, untuk itu kita sudah selayaknya untuk mencari solusi yang bukan sekedar teori melainkan tindakan nyata agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik.
Menanggapi permasalahan tersebut, dari berbagai tingkatan pendidikan formal yang ada di Indonesia, lembaga sekolah dasar (SD) merupakan tingkat lembaga pendidikan yang sangat menentukan perkembangan dan pertumbuahan para peserta didik. Pada tahap sekolah dasarlah pekembanagan dan pertumbuhan peserta didik dapat dibentuk dan dibina. Maka sudah seharusnyalah tingkat sekolah dasar menjadi prioritas utama yang perlu diperhatiakan dalam pendidikan yang akan berdampak pada kelanjutan dari keberhasilan pada tingkat-tingkat selanjutnya.
Keberhasilan dunia pendidikan kita sekarang ini, khususnya lembaga pendidikan sekolah dasar (SD) masih jauh dari apa yang diharapkan kita bersama. Situasi seperti ini disebabkan oleh banyak faktor yang melatarbelakangi diantaranya adalah dapat terlihat dari masih banyak para siswa yang merasa tidak memahami dan mengerti beberapa pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka. Sehingga berdampak pada tingkat prestasi, hasil belajar dan kualitas lulusan yang belum maksimal. Tingkat keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sangat dipengaruhi oleh penyajian materi pelajaran yang disampaikan oleh pendidik atau guru. Jika seorang pendidik atau guru menyajikan materi dalam KBM tidak bisa diterima dengan baik dan membosankan bagi para siswa bearti materi yang disampaikan mengalami kegagalan. Kegagalan pendidik atau guru dalam penyampaian materi kepada peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti cara atau metode yang digunakan kurang tepat dan tidak menarik minat atau kemauan belajar siswa, media yang digunakan untuk menyampaikan materi yang kurang tepat sasaran dll. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala tersebut faktor media merupakan faktor yang sangat berperan besar terhadap proses keberhasialan belajar siswa seperti yang disampaikan oleh teori belajar Piaget pada masa perkembangan dan pertumbuhan belajar anak-anak usaia SD.
Dalam kegiatan belajar mengajar peran media sangat diperlukan, media merupakan instrumen dari preses kegiatan pebelajaran. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan tersampaikan dengan baik kepada siswa jika media yang digunakan oleh pendidik atau guru merupakan media yang menarik, kontekstual, dan sesuai dengan materi yang disampaikan. Selama ini permasalah di lapangan adalah ketika guru menyampaikan suatu materi pelajaran kepada para siswa, mereka sering mengabaikan peran media dalam proses pembelajaran. Kejadian seperti ini tentunya merupakan permasalahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pendidik atau guru. Penggunaan media dalam kegitan pembelajaran seharusnya diterapkan pada semua jenis mata pelajaran.
Peggunaan media dalam proses kegiatan belajar mengajar tentunya sudah familiar sekali dengan para pendidik atau guru di negeri ini, namun banyak diantara media yang tersedia tersebut yang tidak dimanfaatkan dengan baik secara optimal. Selama ini pelajaran yang disampaikan oleh para pendidik atau guru kebanyakan hanya berupa pemberian materi saja, tanpa para siswa harus tahu dan mengerti mengenai materi tersebut. Penggunaan media yang kurang optimal tersebut salah satunya adalah penggunaan media alat peraga. Diantara media-media yang telah tersedia, media alat peraga boleh dikatakan sebagai salah satu media yang memegang peran yang besar dalam proses pembelajaran IPA khususnya IPA kelas III SD. Siswa-siswi kelas III SD yang notabene masih memerlukan benda-benda kongkret dalam proses kegiatan belajar mengajar mereka sangatlah membutuhkan media alat peraga agar mereka lebih mudah mengerti dan memahami maksud dan tujuan pelajaran yang disampaikan oleh pendidik atau guru mereka.
Penggunaan benda kongkret berupa media alat peraga pada jenjang kelas III SD terbukti memperoleh hasil yang lebih baik. Persepsi ini didukung oleh beberapa teori dan hasil penelitian para ahli, seperti yang telah diungkapkan oleh teori belajar Piaget dimana anak-anak usia SD khusunya yang masih kelas III SD bisa lebih mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan benda kongkret salah satunya berupa media alat peraga. Media alat peraga yang didesain sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk aslinya dan ditampilkan dengan warna serta corak yang menarik tentunya akan meningkatkan kemauan dan motivasi belajar para siswa, apalagi pada mata pelajaran seperti IPA. Peningkatan kemauan dan motivasi belajar siswa tersebut diharapkan dapat mendongkrak prestasi belajar para siswa, khususnya para siswa kelas III SD Negeri Demangan.
Bercermin dari kondisi seperti itu maka berbagai upaya seharusnya cepat, dan tepat untuk dilakukan dalam usaha memberikan perbaikan ke arah yang lebih baik. Usaha-usaha yang dilakukan diantaranya adalah dengan mengunakan media peraga dalam proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Media peraga diharapkan dapat menjadi wahana yang tepat bagi para siswa untuk dapat lebih mengerti dan memahami terhadap materi-materi yang disampaikan oleh pendidik atau guru mereka. Dengan media peraga maka para siswa dapat melihat secara nyata gambaran materi yang seharusnya mereka ketahui, dengan demikian diharapakan berdampak langsung terhadap peningkatan motivasi belajar siswa, peningkatan prestasi dan hasil belajar para siswa, serta kualitas lulusan.

Wacana Evaluasi UN Oleh DPR RI

Rabu, 06 Mei 2009


Oleh: Damaskus Beny


Baru-baru ini berhembus wacana dan polemik mengenai penerapan UN di negeri ini. DPR konon akan mengevaluasi kebijakan pemerintah mengenai penyelengaraan sistem pelaksanaan UN selama ini. Hal ini karena dipicu oleh banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem UN yang diterapkan oleh pemerintah, termasuk kecurangan dan kebocran soal seperti pelaksanaan UN baru-baru ini. DPR akan menjajaki adanya kemungkinan Ujian Nasional SMP/SMA sederajat akan diubah seperti sistem yang diterapkan pada ujian Sekolah Dasar.
Seperti yang kita ketahui bersama dalam Ujian Nasional tingkat SMP/SMA sederajat tingkat kelulusan siswa sangat ditentukan oleh nilai mata pelajaran dalam UN. Sementara nilai mata pelajaran lainya yang digeluti selama tiga tahun menjadi terabaikan. Di sisi lain peran aktif guru atau pendidik yang selama tiga tahun mendidik dan menganyomi peserta didiknya tidak dilibatkan dalam menentukan kelulusan peserta didik mereka.
Angota komisi X DPR yang memperhatikan pelaksanaan dan penerapan UN menemukan sampai saat ini tidak mengalami perbaikan terhadap output pendidikan di indonesia (Kompas, 1 Mei 2009: 12). Fenomena seperti ini mengindikasikan bahwa penerapan kebijakan UN yang diterapkan oleh pemerintah terlalu memaksakan kehendak. Pemerintah terlalu konsen pada hasil akhir atau standar penilaian, tidak pada proses untuk memenuhi dahulu standar-standar lain sebelum penerapan standar penilaiaan sebagaimana yang disampaikan oleh Heri Akhmadi, wakil ketua komisi X DPR di jakarta, (kamis 30/4)
Selama ini semejak pemerintah menerapkan kebijaka penerapan sistem UN yang dimulai pada tahun 2004 memang banyak menuai pro dan kontra di dalam kalangan masyarakat, akan tetapi pemerintah tetap bersikeras dengan kebijakan penerapan UN tersebut. Adanya wacana DPR RI untuk mengevaluasi kembali penerapan UN di negeri ini setidaknya mendapat aplus dan sambutan hangat di kalangan masyarakat indonesia apalagi bagi orang tua yang putra-putrinya pada saat ini masih berada pada posisi SMP/SMA sederajat.
Bagi pendidik atau guru-guru, wacan pengevaluasian UN oleh DPR RI ini akan sedikit memberikan angin segar dan harapan bagi mereka untuk ikut secara aktif berperan dalam menentukan kelulusan peserta didik mereka. Betapa tidak semejak pemerintah menerapkan kebijakan sistem pelaksanaan UN, mereka tidak diikutsertakan dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik dalam menentukan kelulusan. Padahal esensi dari pendidikan itu bukan sekedar di tinjau dari sisi kognitif siswa saja melainkan dari sisi Apektif dan Psikomotor juga menjadi bagian yang seharusnya diperhatiakan. Akan tetapi selama ini kebijakana pemerintah dalam penerapan sistem UN sudah membunuh dua sisi ensensi dari pendidikan yaitu sisi Apektif dan sisi Psiomotor. Mengapa dua sisi tersebut telah diabaikan karena sistem UN hanya berpatokan pada hasil Ujian saja (sisi kognitif) tanpa memperhatikan kedua sisi tersebut. Kalau keadaan seperti ini terus berlanjut, terus mau dikemanakan regenerasi penerus bangsa ini akan dibawa ..??? semoga wacana DPR RI untuk mengevaluasi UN bukan hanya sekedar wacana saja, melainkan bisa betul-betul diperhatikan demi kebaikan, kemajuan dan kecerdasan bangsa ini.