Oleh: Damaskus Beny
Abstrak
Tujuan dari pentingnya perhatian intensif orang tua terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anak, khususnya di tingkat sekolah dasar yaitu agar anak-anak dalam tahap perkembangan dan pertumbuhannya dapat terlaksana secara optimal ke arah yang bersifat positif sesuai dengan harapan orang tua. Dalam masa perkembangan dan pertumbuhan anak banyak faktor yang bisa membawa seorang anak ke arah yang lebih baik atau justru sebaliknya ke arah yang bersifat negatif. Faktor-faktor tersebut bisa dari luar lingkungan keluarga dan dari dalam lingkungan keluaraga. Dari luar lingkungan keluarga misalnya, lingkungan tempat tinggal atau masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya anak. Dari dalam lingkungan keluarga misalnya, kedua orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, sepupu, kakak, adik, dan keluarga besar yang lainya. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut, faktor dari dalam lingkungan keluarga merupakan faktor yang memegang peranan penting bagi anak. Dari lingkugan dalam keluarga tersebut secara spesifik orang tua merupakan wahana atau wadah yang paling berperan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.
Perkembangan dan pertumbuhan anak dapat berjalan secara optimal ke arah yang bersifat positif jika orang tua melakukan perhatian yang intensif terhadap anak-anak. Dalam merealisasikan perhatian intensif terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak, orang tua dapat melakukan berbagai cara sesuai apa yang menjadi kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak mereka. Sesuatu yang dapat dilakukan oleh orang tua yaitu ; (1) orang tua harus bisa menjadi tokoh yang diidolakan oleh anak-anak mereka, (2) orang tua harus bisa mengembangkan dan melaksanakan kasih sayang afirmatif kepada anak-anak mereka, (3) orang tua dalam mengajarkan anak-anaknya harus disertai dengan teladan, (4) orang tua harus melibatkan diri dalam proses belajar anak, (5) orang tua harus mengajarkan pentingnya kejujuran kepada anak-anak mereka, (6) orang tua harus mengajarkan ank-anak mereka cara mengendalikan emosi, (7) orang tua harus bertindak dengan cepat untuk mengatasi jika anak-anak mereka sulit bergabung atau berinteraksi dengan teman-teman sebaya, (8) orang tua harus melakukan suatu perbutan yang bisa membuat anak bersikap empati terhadap sesama. Cara-cara seperti ini hanya dapat dilakukan oleh orang tua jika mereka memfokuskan diri secara intensif terhadap masa-masa perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka khususnya pada tingkat sekolah dasar.
Kata Kunci : perhatian, intensif, orang tua, perkembangan, pertumbuhan
A. Pendahulan
Peranan orang tua ternyata bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Hal ini terbukti dari realitas kehidupan di dalam masyarakat. Banyak dianatara orang tua yang tidak bisa melakukan tugas dan kewajibannya secara maksimal, masalah ini bisa kita lihat sendiri banyak orang tua yang tidak berhasil atau gagal dalam mendidik anaknya.
Permasalahan seperti ini memang sudah lazim kita jumpai di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal kita. Banyak yang menjadi faktor mengapa orang tua tidak berhasil atau gagal dalam mendidik anak-anak mereka dengan baik. Orang tua kadang-kadang terlalu memandang tugas dan kewajibannya terahadap perkembangan anak, merupakan sesuatu hal yang biasa-biasa saja. Bila kita cermati secara teliti, kehidupan anak dalam sebuah keluarga misalnya, tidak terlepas dari berbagai pengaruh yang bisa membawa seorang anak tersebut ke arah yang lebih baik atau sebaliknya ke arah yang bersifat negatif.
Pengaruh-pengaruh yang bisa mempengaruhi perkembangan seorang anak misalnya, pengaruh yang datang dari dalam lingkungan keluarga maupun pengaruh yang datang dar luar lingkuang keluarga. Pengaruh yang datang di dalam lingkuangan keluarga misalnya dari kedua oran tua, saudara, maupun anggota-anggota keluarga lainnya. Pengaruh yang datang dari luar lingkungan keluarga misalnya lingkungan masyarakat sekitar, lingkungan sekolah, pergaulan sesama teman, berbagai media masa baik media cetak maupun media elektronik. Pengaruh yang ada di dalam lingkungan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan seorang anak. Proses perkembangan seorang anak yang sangat di perhatikan adalah pada masa usia tingkat sekolah dasar (SD). Pada usia tingkat SD menjadi skala poritas perhatian orang tua karena pada usia ini, anak-anak berada dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Pikiran anak masih bersifat polos dan lugu, sehingga apa yang dia lihat, dengarkan, rasakan dan dia peroleh dari pengajaran yang di berikan kepadanya bisa menjadi suatu pegangan bagi si anak.
B. Orang Tua Sebagai Tokoh Idola bagi Anak
Keberadaan orang tua di dalam sebuah keluarga, merupakan suatu hal yang wajar. Akan tetapi kehadiran orang tua yang benar-benar bisa membuat suasana keluarga terasa lebih bermakna merupakan sebuah pilihan. Masalah ini disebabkan karena kehadiran orang tua di tengah-tengah keluarga sering kali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Anak-anak di dalam sebuah keluarga biasanya lebih dekat dengan pembantunya, tetangganya, maupun dengan tokoh-tokoh yang ada di dalam dunia film atau komik. Bahkan anak-anak pada usia tingkat SD dengan senangnya mengidolakan pembantunya, tetangganya, maupun tokoh-tokoh yang ada di dalam film dibandingkan kedua orang tuanya.
Pertanyaanya adalah mengapa hal ini bisa terjadi ? Kasus seperti ini memang sering terjadi bahkan sudah menjadi suatu budaya, karena kehadiran orang tua di dalam lingkungan keluarga tidak bisa menjadi tokoh yang yang idola bagi anak-anak mereka. Kehadiran orang tua seharusnya bisa menjadi tokoh idola bagi anak-anak mereka. Dengan demikian anak-anak yang berada di dalam usia perkembangan bisa lebih dekat dan akrab dengan orang tuanya. Peranan orang tua sebagai tokoh yang di idolakan oleh anaknya, akan membantu ke arah mana kehidupan sang anak mau di arahkan.
Untuk menjadi tokoh yang di idolakan oleh orang lain bahkan banyak orang tidak semudah kita mengucapkannnya. Sekalipun yang mengidolakan adalah anggota kelurga itu sendiri, bukan berarti konsep sebgai anggota keluarga merupakan suatu jaminan untuk bisa di idolakan. Ketika posisi orang tua sudah benar-benar bisa menjadi tokoh yang di idolakan oleh anak-anak mereka, pada saat seperi itulah orang tua dengan agak lebih mudah memberikan pengajaran, bimbingan, serta mengarahkan anak-anak mereka ke arah yang sifatnya positif. Perilaku, sikap, perbuatan tindakan dan segala sesuatu yang bisa ditiru dan diikuti oleh anak-anak yang di lakukan oleh orang tua hendaknya sesuatu yang seharusnya patut dicontoh dan ditiru oleh anak-anak. Ketika orang tua memang sudah benar-benar dianggap sebagai tokoh yang sungguh-sungguh diidolakan oleh anak-anak mereka, maka peilaku, sikap, perbuatan, dan tindakan yang dilakukan oleh orang tua akan cenderung ditiru oleh anak-anak.
C. Mengembangkan Kasih Sayang Afirmatif
Menyayangi anak dan memenuhi semua permintaan mereka merupakan dua hal yang berbeda. Kasih sayang yang afirmatif berarti menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan emosi anak, dan mendukung melalui cara yang jelas dikenali oleh anak. Kasih sayang seperti ini lebih dari sekedar memberi pujian ketika anak mendapat nilai tinggi dalam ulangan, atau memeluk dan memberi ciuman pada saat tidur. Kasih sayang ini berarti melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan emosi anak. Sebagaimana akan kita lihat, ini meliputi bermain bersama anak anda yang masih berada pada usia perkembangan khususnya tingkat SD.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa hubungan yang terbuka dan saling menyayangi dengan anak akan memberikan efek jangka panjang berupa meningkatnya citra diri, keterampilan menguasai situasi dan mungkin kesehatan anak. Sebuah studi yang dilakukan oleh psikolog Linda Russek dan Gary Schwartz (dalam Lawrence E, Shapiro; 2001 : 29) pada pertemuan American Psychosomatic Society pada bulan Maret 1996 menunjukan pentingnya membangun hubungan yang positif dengan anak bagi masa depan mereka. Para peneliti ini melaporkan sebuah studi yang dimulai tiga puluh lima tahun sebelumnya ketika 87 mahasiswa Harvard College, semua berusia sekitar 20 tahun, diminta membuat kesan tertulis tentang bagaimana dahulu orang tua menyayangi dan mendukung mereka.
Sesudah mengamati responden yang sama tiga puluh lima tahun kemudian, ternyata waktu mereka masih menjadi mahasiswa menuliskan orang tua yang lebih penyayang, lebih jarang menderita penyakit serius dalam usia pertengahan, termasuk penyakit jantung dan hipertensi, lepas dari adanya faktor-faktor risiko penting seperti riwayat keluarga, usia, dan kebiasaan merokok. Seperti yang diramalkan, para mahasiswa yang dahulu mengeluh diperlakukan tidak adil oleh orang tua, sekarang menjadi orang-orang setengah baya yang sering mengalami sakit fisik yang serius.
Penelitian seperti ini menekankan peran penting kita dalam hal kesehatan mental dan fisik anak kita. Meningkatnya kecendrungan dikalangan ahli terapi anak untuk melatih orang tua melibatkan diri dalam terapi permainan bersama anak-anak mereka, menunjukan diterimanya prinsip ini secara positif.
Bagi anak-anak yang berada pada usia tingkat sekolah dasar (SD) dianjurkan agar orang tua menetapkan waktu khusus untuk berpartisifasi dengan anak-anaknya dalam kegiatan bermain. Selama waktu itu, orang tua harus menciptakan suasana yang tidak menuntut penilaian tetapi menarik, menggairahkan, dan menunjukan penerimaan.
D. Mengajarkan dengan Memberi Teladan
Apabila anak-anak menyaksikan kita dengan tenang mebahas sebuah masalah, menguraikan segala sesuatunya, dan menyelesaikan masalah tersebut, anak-anak dengan sendirinya bisa meniru perilaku tersebut. Sebaliknya jika orang tua menunjukan sikap yang mudah menyingung perasaaan orang lain, tidak mau kalah, maka perilaku seperti inipun akan menjadi suatu yang ditiru oleh mereka.
Dengan berbagai alasan psikologis, sebagian orang tua mungkin tidak mencontohkan keterampilan pemecahan masalah di rumah, walaupun sesungguhnya mereka juga bisa memecahkan segala persoalan. Sungguh sangat mengherankan mengapa orang tua begitu sering memperlakukan orang lain bahkan orang asing lebih baik dan lebih lembut dibandingkan waktu orang tua memperlakukan anak-anak mereka. Namun bila kita berusaha, hal ini tidak perlu terjadi. Sebagaimana yang diterangkan oleh psikolog sosial Dr. Loise Hart dalam The Winning Family (dalam Lawrence E. Shapiro; 2001 : 143), apabila orang tua menjalankan tanggung jawab atas peran mereka sebagai pemimpin dalam keluarga mereka merupakan teladan yang baik sekali bagi anak-anak mereka.
E. Keterlibatan Orang Tua Dalam Proses Belajar Anak
Dari sekian banyak orang tua, hanya sedikit saja yang mau melibatkan diri dalam pendidikan anaknya, tetapi jumlah mereka tampaknya terus bertambah. Gerakan “bersekolah di rumah” misalnya, telah diikuti oleh sejumlah orang tua yang tidak mengirim anak-anaknya kemanapun, tetapi menyediakan seratus persen kebutuhan pendidikan mereka. Gerakan ini kebanyakan diikuti oleh orang tua yang keyakinan keagamaan atau kekuatan politik yang kuat dan merasa bahwa sekolah umum akan melantarkan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya dipelajari oleh anak- anaknya.
Jika kita memeperhatikan sekolah-sekolah dan keluarga-keluaga Jepang sebagai model untuk tercapainya prestasi akademik yang lebih tinggi, kita akan melihat orang tua Amerika pada umumnya tidak cukup memetingkan pendidikan anak-anaknya, termasuk tidak cukup menyediakan waktu untuk itu. Menurut Merry White dari Boston University (dalam Lawrence E. Shapiro; 2001 : 241), seorang pakar dalam pendidikan Jepang, cara orang tua melibatkan diri dalam pendidikan anak-anaknya merupakan titik berbedaaan yang nyata dari dua kebudayaan ini. Di Jepang tidak begitu memanfaatkan teknologi dalam ruang kelas mereka dibanding sekolah-sekolah Amerika pada umumnya, dan memusatkan perhatian pada kurikulum dasar dan metode pengajaran tradisional. Akan tetapi perbedaan yang mencolok pada ibu-ibu Jepang yang memandang pendidikan anak-anaknya sebagi tanggung jawab yang paling penting. Sementara orang tua Amerika pada umumnya lebih suka menyerahkan urusan pendidikan anaknya kepada pihak sekolah.
Meskipun kebanyakan keluaraga Amerika tidak dapat sepenuhnya meniru keluarga pada masyarakat Jepang, karena kaum ibu-ibu di Jepang bisa mengabdikan diri sepenuhnya kepada anak-anak dengan mengorbankan karier. Andaikan orang tua khususnya ibu-ibu yang ada di Indonesia ini, bisa menyisihkan satu jam saja dari masa aktif kita dalam sehari bagi anak-anak, ini akan memberikan peningkatan yang cukup signifikan dalam pengalaman pendidikan anak. Berkat perhatian khusus yang yang akan diterima anak, kita dapat berharap bahwa proses mereka bisa maju dengan laju yang lebih cepat.
Orang tua dapat memulai keterlibatan dengan anak dengan membiasakan diri dalam apa saja yang dipelajari oleh anak di dalam ruang kelasnya. Jika guru dari anak-anak tersebut belum memberitahu orang tua keterampilan-keterampilan atau informasi-informasi yang diajarkan setiap minggu, sebaiknya orang tua menanyakan kepada guru dari anak-anak mereka. guru-guru yang mengikuti kurikulum standar biasanya wajib menyusun satuan bahan pelajaran baik mingguan maupun harian. Guru-guru akan merasa senang jika para orang tua murid mereka meminta saliannya. Rencana pembelajaran itu biasanya menyatakan dengan jelas sasaran yang hendak dicapai dari bahan yang akan diajarkan, termasuk kriteria tentang bagaimana pencapaian sasaran itu dapat diuji atau diukur. Jika guru yang bersangkutan tidak bisa menyediakan informasi seperti ini berarti para orang tua harus mencari dari sumber lain.
Orang tua bisa mencari sumber informasi tersebut misalnya lewat toko buku, media cetak, maupun media elektronik. Media elektronik misalnya intrnet yang sekarang ini sudah populer. Pada internet disediakan sejumlah alamat (site) yang dapat membantu orang tua melibatkan diri dalam proses pendidikan anak melalui petualangan yang mengasikkan.
F. Orang Tua Harus Mengajarkan Pentingnya Kejujuran
Fakta dalam kehidupan sehari-hari membuktiakan bahwa anak-anak yang sering berbohong kebanyakaan berasal dari rumah tangga dengan orang tua yang juga sering berbohong. Selain itu, anak-anak yang berasal dari rumah tangga dengan pengawasan yang minim dari orang tua, bisa juga mengakibatkan bersikap tidak jujur.
Walaupun sedikit orang tua yang akan berkata bahwa mereka tidak pernah berbohong, orang tua harus sadar benar akibat kebohongan tersebut baik yang dilakukan langsung maupun tidak langsung. Sesuatu yang perlu diingat bahwa tidak ada alasan yang baik untuk berbohong kepada anak. Ini tidak berarti bahwa orang tua harus menceritakan semuanya kepada mereka. Jika ada sesuatu yang sangat pribadi atau di luar kemampuan pemahaman anak, katakan saja bahwa keadaanya memang demikian. Orang tua harus berusaha agar pentingnya kejujuran terus menjadi topik utama pembicaraan di dalam rumah.
G. Cara Orang Tua Mengajari Anak Mengendalikan Emosi
Tanpa keraguan, masalah emosi yang paling lazim di hadapi oleh anak-anak pada usia tingkat sekolah dasar adalah berhubungan dengan pengendalian amarah. Berdasarkan realitas sehari-hari pada saat ini, anak-anak yang dinyatakan pemarah, agresif, atau pembangkang lumayan besar jumlahnya. Kita telah lama mengetahui bahwa anak-anak banyak yang meniru perilaku negatif yang mereka tonton di televisi, tetapi ada juga sebagian anak-anak secara tidak sadar meniru perilaku yang positif.
Orang tua juga dapat mengajarkan pengendalian diri melalui bagian otak emosional dengan menyediakan berbagi pengalaman yang merangsang reaksi emosi positif. Program olah tubuh yang menantang, melakukan berbagai kegiatan yang beresiko tinggi tetapi dengan cara yang aman terbukti sangat populer untuk membantu anak-anak usia remaja agresif, membangun kepercayaan diri yang tinggi, dan kerjasama kelompok yang kompak.
Selain itu, ada cara lain yang lebih langsung untuk mengajari anak-anak mengendalikan emosinya dengan menggunakan keterampilan kognitif. Sebagai contoh banyak sekolah-sekolah di Amerika yang mengajari peserta didik untuk menyelesaikan konflik termasuk berunding dan menyelesaikan masalah diantra teman. Cara seperti ini bisa diterapkan oleh orang tua di dalam keluarga, sebagai salah satu cara untuk mengurangi pertengkaran antara saudara, maupun antara orang tua dengan anak.
Cara yang dapat dilakuakan adalah :
1. Anak harus duduk berhadapan dan sepakat untuk bekerja sama memecahkan suatu konflik. Mereka juga harus sepakat untuk saling menghormati pandangan saudara yang lain dan berhenti saling mengejek dan merendahkan.
2. Setiap anak harus menceritakan pendapatnya misalnya apa yang dia inginkan dan mengapa dia berbuat demikian. Setelah itu saudara yang lain juga menceritakan permasalahan itu. Perundingan akan berhasil bila semua bersepakat bahwa setiap dari mereka mempunyai hak untuk berpendapat dan menyampaikan permasalahnnya.
3. Aspek penting dalam perundingan adalah menciptakan solusi.
4. Setiap anak mengevaluasi setiap pilihan. Pada saat perundingan mereka seolah-olah berada di pihak yang sama, mencari hasil yang akan memecahkan permasalahan mereka.
5. Tahap yang terakhir anak-anak itu harus membuat persetujuan atau rencana kerja, di mana, dan bagaimana solusi tersebut dilaksanakan.
Pada umumnya anak-anak pasti mengalami kesulitan mengadalkan sendiri perundingan seperti ini, program penyelasaian masalah sering melatih anak-anak sebagai aktor menyelasaikan masalah, terutama perselisihan antara teman. Anak-anak yang berusia sembilan atau sepuluh tahun pun dapat dilatih untuk menjadi penengah dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian secara tidak langsung berpengaruh kepada perkembangan mental emosional mereka.
H. Sesuatu yang dapat dilakukan Oleh Orang Tua Jika Anak Sulit Bergabung dengan Kelompok Sebaya
Jika anak-anak mengalami kesulitan dalam menemukan kelompok atau teman, karena alasan situasi dan karakter, orang tua mungkin akan merasakan kepedihan yang sama seperti keadaan anak mereka yang berada dalam posisi seperti itu.
Berikut ini beberapa solusi khusus untuk mendukung anak-anak jika ia mengalami penolakan dan isolasi sosial :
1. Bertindak sebagai teladan bagi anak dengan berpartisipasi dalam kelompok orang tua itu sendiri
Orang tua tidak akan bisa berharap banyak dari pengaruh yang dimiliki kepada anak-anak bila contoh yang orang tua berikan hanya sesekali saja. Jika orang tua belum aktif dalam kelompok-kelompok pergaulan dewasa yang berbeda, orang tua mungkin dapat mempertimbangkan manfaat positif pergaulan ini baik bagi orang tua maupun bagi anak-anak mereka. Sesuatu yang penting adalah bahwa anak-anak bisa merasakan makna kelompok-kelompok tersebut bagi orang tua. Seorang anak akan melihat begitu bersemangatnya sang ayah yang sedang berlatih tenis dengan kerabatnya. Peristiwa seperti ini kan membawa dampak kepada anak-anak. Mereka akan cendrung meniru untuk dapat bersosilisasi dengan teman sebaya mereka.
2. Dorong anak mencoba peran lain dalam kelompok keluarga
Kelompok pertama anak berada adalah keluarganya itu sendiri. Walaupun keluarga sang anak berbeda dari kelompok teman sebaya, kelompok keluarga ini dapat berfungsi sebagai wahana bagi mereka dalam mempelajari keterampilan kelompok tanpa takut mengalami penolakan. Rapat keluarga adalah saat bagi anak untuk mencoba berperan sebagi kelompok tertentu, berikan kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan peran yang berbeda dalam kelompok. Sebagai contoh, waktu keluarga merencanakan liburan atau piknik, orang tua harus mengajukan suatu pendapat kepada anak mengenai rencana liburan atau piknik mereka.
Dalam kegiatan lain misalnya pada waktu merencanakan kegiatan minggu sore, anak bisa diberikan kesempatan memegang peran sebagai pemimpin, mengumpulkan pendapat setiap anggota keluarga, mengadakan perhitungan suara, dan mengumumkan keputusan akhir. Rapat di dalam sebuah keluarga harus merupakan salah satu prioritas utama yang harus dilakukan secara teratur. Rapat dalam keluarga idealnya adalah sekali dalam seminggu, agar ketika rapat secara tidak langsung anak-anak dapat belajar keterampilan dalam kelompok. Jika rapat dalam sebuah keluaraga dilakukan hanya pada waktu ada krisis dan waktu emosi sedang naik, anak-anak tidak akan begitu menikmati manfaat dari rasa saling memiliki dan peran serta dalam sebuah kelompok.
3. Mendorong anak bergabung dalam kelompok khusus yang terdiri dari anak-anak yang mirip dengan mereka
Semejak anak-anak berusia tujuh atau delapan tahun yang tentunya masih berada pada tingkat sekolah dasar, dorongan mereka untuk bergabung sebanyak mungkin kelompok sebaya yang bermacam-macam. Orang tua mungkin ingin mereka bergabung dengan kelompok besar seperti Gerakan Pramuka, namun fakta yang sering terjadi anak-anak yang mengalami penolakan sosial disekolah jarang berhasil dalam kelompok seperti ini. Mereka akan tetap mempunyai status sosial yang sama sebagai anggota yang dipinggirkan. Anak-anak yang mengalami kesulitan dengan kelompok anak-anak yang anggotanya sangat beragam lebih mungkin berhasil dalam kelompok yang lebih khusus, misalnya berdasarkan keterampilan, minat, tempat tinggal, dan pelayanan sosial. Kelompok-kelompok beteman khusus ini lebih mungkin menerima anak-anak dengan kepribadian, minat, dan keterampilan sosial yang kira-kira sama dengan mereka.
4. Mencari kelompok pelatihan keterampilan sosial formal bagi anak dengan masalah sosial ekstrem
Anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam bergabung dengan sebuah kelompok sering tidak mempunyai keterampilan khusus, khususnya pada usia delapan atau sembilan tahun, mereka mungkin hanya bisa menguasai suatu keterampilan bila melalui pelatihan keterampilan sosial terstruktur bersama teman-teman sebaya mereka. Sekolah-sekolah di Eropa pada umumnya sudah mempunyai program pelatihan yang dirancang untuk membantu anak-anak mengembangkan kepekaan dan kesadaran sosial lebih besar akan pengaruh perilaku mereka bagi orang lain. Kelompok-kelompok dipandu oleh konselor atau guru yang terlatih, dalam suatu program pembentukan keterampilan secara sistematis yang berlangsung paling sedikit 20 kali pertemuan, dan menekankan penerapan keterampilan itu di luar kelompok, tetapi masih di dalam lingkungan sekolah.
Psikolog David Goevremont (dalam Lawrence E. Shapiro; 2001 : 214) menekankan bahwa kelompok pelatihan keterampilan sosial harus menggunakan situasi-situasi nyata yang bermacam-macam dalam program mereka dan menyertakan pekerjaan rumah berupa peninjauan diri dalam selang waktu setiap diadakan pertemuan. Guevremont juga menekankan pentingnya melanjutkan pertemuan-pertemuan meskipun program pelatihan formal telah selesai. Pertemuan-pertemuan ini akan membantu anak membicarakan masalah-masalah baru mereka yang timbul dan kesulitan-kesulitan yang belum teratasi. Kelompok pelatihan keterampilan sosial seperti ini hanya diperlukan jika anak-anak merasa terkucil meskipun orang tua sudah berusaha membantunya mendapatkan teman.
I. Sesuatu yang Dapat Dilakukan Orang Tua Agar Anak Bersikap Empati Terhadap Sesama
Sebagaimana yang telah kita ketahui baik itu empati, dasar semua keterampilan sosial secara alamiah ada pada sebagian besar anak. Secara umum anak laki-laki sama sosialnya dengan anak perempuan, tetapi mereka cendrung lebih suka memberikan bantuan fisik atau bertindak sebagai “pelindung” (misalnya membantu teman belajar mengendarai sepeda), sedangkan anak prempuan lebih suka memberikan dukungan psikologis (misalnya menghibur anak lain yang sedang sedih) baik kelas sosial maupun besarnya keluarga tampaknya tidak berhubungan dengan perilaku empati, walaupun seorang kakak umumnya lebih bersikap siap membantu di banding adik-adiknya. Perilaku saling membantu diantara kakak dan adik biasanya lebih besar bila beda usia diantara mereka lebih jauh.
Dengan kondisi yang sesuai ditambah dorongan alami pada anak-anak untuk membantu dan memahami orang lain, kita bisa berharap bahwa mereka lebih sering dan lebih konsisten menunjukkan perilaku empati terhadap orang lain. Apabila anak-anak bersikap tidak ramah, tidak peduli, bahkan kejam kepada orang lain orang tua harus bisa sering dapat melacak perilaku “tidak alami” ini pada lingkungan keluarga. Jika orang tua ingin membesarkan anak yang peduli dan sayang kepada orang lain, dan perilaku konsisten dengan perasaan-perasaan ini, inilah yang harus dapat orang tua lakukan.
1. Orang tua harus memberikan tuntutan kepada anak mengenai sikap peduli dan tanggung jawab.
Pada keluarga-keluarga tertentu, agama memegang peranan penting dalam perkembangan moral anak. Meskipun sebagian besar agama mengharuskan menghafal seperangkat ajaran moral, tetapi hafalan seperti ini tampaknya tidak begitu berpengaruh terhadap perilaku mereka. Cara orang tua menerapkan ajaran agama dalam menjalani hidup sehari-hari justru efektif dalam mempengruhi anak. Namun, ada juga kelompok keagamaan yang efektif dalam mengajarkan kepedulian kepada orang lain.
Jika orang tua ingin agar anak mereka lebih empati, lebih penyayang, dan lebih bertanggung jawab. Orang tua hendaknya harus bisa membuat peraturan keluarga yang jelas dan konsisten dan tidak mudah memberikan keringanan kepada mereka. Orang tua harus menuntut mereka bertanggung jawab. Anak-anak usia SD sudah bisa diminta untuk menjaga kebersihan diri, atau bahkan membantu pekerjaan-pekerjaan yang ringan misalnya memasang sendok, menyiapkan piring di atas meja makan, bagi anak perempuan misalnya mencuci piring juga bisa dilakukan. Pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab lain harus ditingkatkan sesuai dengan usia dan kemampuan anak serta tidak disertai dengan hadiah atau bahkan dengan uang saku. Anak-anak harus dituntut membantu orang di rumah, semata-mata karena membantu orang lain itu benar. Mendapatkan uang saku dan belajar mengelola uang adalah dua hal yang harus dipisahkan.
Jika orang tua mengiginkan anak-anak mereka berfikiran luas, peduli akan orang lain, dan bertanggung jawab, ada satu hal yang paling sederhana yang harus dilakuakan oleh orang tua yaitu : Perketat tuntutan kepada anak. Hal yang mudah misalnya anak-anak dituntut untuk bisa selalu merapikan tempat tidur mereka, dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) mereka. Untuk menghasilkan anak lebih bertanggung jawab, orang tuapun harus benar-benar bertanggung jawab, dan ini dapat dimulai dengan mengatasi godaan untuk berpendapat bahwa memanjakan anak tidak akan merusak, justru memanjakan akan berpotensi merusak anak.
J. Penutup
Proses perkembangan dan pertumbuhan anak-anak pada usia tingkat sekolah dasar (SD), banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya ada yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga, misalnya di lingkungan sekolah, lingkungan teman bermain dan sebaya, serta lingkungan masyarakat tempat tinggal. Dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perkembangan dan pertumbuhan tersebut, orang tua merupakan wahana yang paling utama yang bertindak sebagai pemerhati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka khususnya pada usia tingkat sekolah dasar (SD).
Perkembangan dunia pada saat ini yang semakin pesat, tentu memberi berbagai dampak dalam proses kehidupan manusia. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dampak positif saja, melainkan juga dampak negatif. Dampak yang perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh orang tua terhadap proses kehidupan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka, pada usia tingkat sekolah dasar adalah dampak negatif . Oleh karena itu, orang tua benar-benar memerlukan perhatian yang intensif dan memprioritaskan diri pada anak-anak mereka, khususnya pada usia perkembangan dan pertumbuhan tingkat sekolah dasar.
Daftar Pustaka
Shapiro, E. Lawrence. 2001. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar